Belajar Bahasa Indonesia untuk Santri (sedang dalam revisi)
Modul Bahasa Indonesia di pesantren ini walaupun penggunaannya masih dalam kalangan sendiri, akan tetapi telah dicetak dalam bentuk buku. Oleh sebab itu, untuk postingan Konsep Tahapan Belajar Bahasa Indonesia untuk Santri disini saya salin (copy) - tempel (paste) saja tulisan Sekapur Sirih dalam buku modul "KALIMAT". Karena memang disitulah dibeberkan konsep tersebut.
Bismillahir Rahmanir Rahim,
Alhamdulillah, segala puji syukur kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan para pengikutnya.
Buku ini, berjudul “Kalimat” merupakan bagian pertama dari empat buku Bahasa Indonesia yang mencoba menyajikan petunjuk praktis belajar Bahasa Indonesia secara singkat selama empat semester bagi santri-santri ponpes setingkat Sekolah Menengah Umum dan Perguruan Tinggi. Konsep tahapan belajar Bahasa Indonesia ini adalah hasil dari pengalaman mengajar selama tiga tahun dengan seluruh permasalahan yang dihadapi bersama para santri. Berikut judul-judul empat buku sesuai tahapan tersebut adalah:
- Semester pertama, mengenal apa itu Kalimat,
- Semester kedua, langsung praktek belajar Menulis Artikel,
- Semester ketiga, mendalami apa itu Kata,
- Semester keempat, sebagai pelengkap belajar Gaya Bahasa, Tata Cara Penulisan (Pungtuasi), dan Penyajian Lisan.
Mungkin kita akan bertanya, apa yang melatarbelakangi hasil konsep tahapan belajar Bahasa Indonesia yang demikian itu?
- Pertama, kita semua mengetahui bahwa ketrampilan berbahasa agar mudah berkomunikasi dengan orang lain itu, hanyalah ada empat pokok permasalahan, yaitu mendengar, berbicara, membaca, dan menulis.
- Yang kedua, ada hubungan yang sangat erat antara mendengar dengan berbicara, di sisi lain pula ada hubungan yang sangat erat antara membaca dengan menulis.
- Lalu ketiga, berdasarkan referensi berbagai pelajaran dan pengajaran Bahasa Indonesia tingkat Sekolah Menengah Umum dan Perguruan Tinggi yang didapat, materi Bahasa Indonesia sangat banyak dan luas.
- Kemudian keempat, bahwa yang diinginkan hasil dari belajar bahasa adalah ketrampilan praktek yang efektif dan efisien dalam mendengar, berbicara, membaca dan menulis, bukan hanya teori.
- Selanjutnya kelima, bahwa “kepekaan itu memang dari dalam, akan tetapi mampu dilatih perlahan-lahan dari luar”. Cara mudah prakteknya adalah dengan meniru-niru.
- Dan keenam, dengan waktu sesingkat yang hanya empat semester, kita tidak menginginkan para santri ketika belajar Bahasa Indonesia, hanya mendapat pengetahuan teori bahasa yang banyak secara global, akan tetapi santri-santri tidak mendapatkan suatu keahlian ketrampilan bahasa sama sekali.
Dengan latar belakang di atas tersebut maka ditetapkanlah beberapa acuan :
- Masing-masing santri belajar mendengar efektif dan efisien, dengan cara mendapat tugas mendengarkan kajian salah satu pengajar. Santri berusaha menangkap intisari apa yang disampaikan pengajar tersebut, jika perlu mencatatnya. Kemudian, langsung santri tersebut belajar berbicara (pidato) menyampaikan apa yang telah ia dengar dari kajian, di depan kelas, di hadapan para santri yang lain. Praktek itu, juga untuk melatih mental keberanian tampil di depan orang banyak.
- Masing-masing santri belajar membaca efektif dan efisien, dengan cara mendapat tugas membaca satu artikel yang dipilihnya sendiri. Misalnya dari majalah Tashfiyah, Qudwah atau AsySyari'ah. Sehingga, ia mampu menemukan inti pembahasan dalam artikel tersebut berupa Pokok Pikiran (Tesis), Argumentasinya beserta Kesimpulannya. Kemudian, santri tersebut langsung mencoba untuk belajar menulis ulang artikel tersebut dengan kalimat-kalimat dari dirinya sendiri tanpa menghilangkan makna-makna dalam tulisan tersebut. Inilah sebenarnya praktek meniru-niru itu.
- Atau, dengan alternatif praktek meniru-niru lainnya, yaitu bisa juga santri langsung meniru contoh tulisan yang ada pada materi Menulis Artikel. Yang ditiru adalah kerangkanya atau idenya atau bahkan juga 'cara' dan 'tekniknya' dengan cara menganalisa contoh tulisan tersebut terlebih dahulu. Setelah itu baru para santri mencoba menulis artikel dari ide pokok pemikirannya sendiri dengan tiruan kerangka atau idenya tadi.
- Obyek materi Bahasa Indonesia secara umum banyak dan luas disamping juga ada materi-materi yang tidak dibutuhkan, bahkan mengandung mudharat dari sisi syariat Islam. Nah, karena keterbatasan waktu yang hanya empat semester, maka berdasarkan skala prioritas kebutuhan santri yang merupakan calon da'i, maka kita akan jelas mengetahui mengapa ditetapkan materinya berupa mendengar kajian pengajar, menyampaikannya kembali di depan kelas, lalu membaca artikel dan menuliskannya kembali. Yaitu, karena materi itulah yang sangat dibutuhkan ke depannya ketika terjun di masyarakat. Lebih baik para santri mendapat ketrampilan bahasa hanya sebagian tetapi memang dibutuhkan, dari pada mendapat pengetahuan bahasa yang banyak secara umum akan tetapi tidak mempunyai keahlian bahasa sama sekali.
- Maka, disusunlah modul kurikulum seperti telah dijelaskan di atas sebanyak empat semester. Materi tersebut berkesinambungan dan saling terkait. Pada semester pertama belajar apa itu kalimat dikarenakan itu sangat dibutuhkan dalam menyusun suatu paragraf yang merupakan satuan terkecil dalam suatu wacana tulisan yang akan dipelajari dan dipraktekkan pada semester dua. Adapun semester ketiga adalah mendalami apa itu kata untuk lebih detail dalam melengkapi kemampuan menulis. Lalu di semester keempat, merupakan pelengkap dari semua materi berupa belajar gaya bahasa, tata cara penulisan (pungtuasi) dan teori penyajian lisan yang dipraktekkan ketika latihan bicara di depan kelas untuk menyampaikan apa yang sudah santri dengar pada kajian pengajar.
- Mungkin kita akan heran, sistem belajar yang demikian, karena seolah-olah terbalik. Mengapa dimulai dari belajar kalimat dahulu, lalu belajar praktek menulis, kemudian mendalami permasalahan kata, dan terakhir gaya bahasa, tata cara penulisan dan penyajian lisan? Hal tersebut dikarenakan inti permasalahan ketrampilan dalam berbahasa adalah bagaimana seseorang dapat mengungkapkan dan menangkap gagasan pikiran dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan.
- Oleh sebab itu, sistem belajar Bahasa Indonesia kali ini dimulai dan lebih memfokuskan pada praktek mengungkapkan ide pemikiran secara runut, teratur, logis dan global, sehingga pola meniru-niru inilah yang paling tepat pada awalnya secara umum dahulu. Lalu tahap berikutnya mulai mendalami bagian-bagiannya yang lebih detail dan terperinci yaitu materi kata, dan pelengkap bahasa lainnya.
Buku ini, adalah hasil jerih payah orang banyak dalam waktu yang lama. Banyak halangan yang ditemui, terutama dari para santri yang belum pernah sama sekali menyentuh kegiatan pidato dan menulis. Akan tetapi sebagian dari mereka ada yang terus tetap semangat melakukan latihan-latihan sampai sekarang.
Akhirnya, materi ini telah kita coba terapkan pada para santri dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia setingkat Sekolah Menengah Umum dan Perguruan Tinggi yang kerangka modul kurikulumnya disetujui Al-Ustadz Qomar ZA, Lc sebagai Pembina Ponpes. Dan, alhamdulillah walaupun masih ada kekurangan-kekurangan, mereka menunjukkan hasil yang cukup memuaskan, meskipun banyak dari kalangan mereka bukan dari sekolah umum.
Jazaakumullah khoiron ditujukan kepada Al-Ustadz Qomar ZA, Lc yang telah membimbing terwujudnya kerangka modul kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia, juga kepada Al-Ustadz Abdurrahman Abu Yusuf yang telah memberi kesempatan tersusunnya kurikulum. Tak lupa juga ditujukan kepada para santri ponpes yang tanpa sadar memberi umpan balik sebagai bahan analisa terealisasinya kurikulum. Dan, yang terakhir kepada istri dan anak-anak, tanpa adanya mereka tak terbayang akan terselesaikan buku ini, yang terus terang semangat terkadang kendur karena sedikitnya peminat akan materi Bahasa Indonesia.
Temanggung, Syawal 1442 /Juni 2021
(ibman)