Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

#01 Morfologi Kata





Pembagian Jenis Kata

        Hampir semua tatabahasa sekarang mendasarkan pembagian jenis kata menurut pembagian jenis kata mula-mula terdiri dari 8 jenis kata.

Lalu, ditambahkan lagi jenis kata baru sesuai dengan sifat bahasa mereka yaitu Kata Sandang serta di samping itu Kata Seru (interjectio) diberi status sebagai satu jenis kata. Dengan demikian kesepuluh jenis kata itu diterima dalam semua tatabahasa yang disusun berdasarkan tatabahasa tersebut.

Pembagian ini oleh kebanyakan orang dianggap baku atau dianggap sebagai suatu dasar yang tak dapat diubah lagi karena sudah mencapai titik kesempurnaan. Tetapi bila kita berpikir lebih dalam menempatkan kesepuluhnya dalam suatu klasifikasi yang disebut jenis kata agaknya sulit untuk diterima oleh ahli-ahli bahasa moderen.

Walaupun demikian, baiklah kita mengikuti dahulu cara pembagian mereka (yang selanjutnya kita akan sebut sebagai Tatabahasa Lama), memahami dasar-dasar yang dipergunakan untuk mengadakan klasifikasi jenis kata ini, menunjukkan kekurangan-kekurangannya, baru kemudian kita berusaha memberi suatu pembagian lain yang bertolak dari dasar-dasar yang lebih sesuai kenyataan.


1. Pembagian jenis kata menurut Tatabahasa Lama

Kesepuluh jenis kata yang biasa dibaca dalam Tatabahasa-tatabahasa Lama adalah sebagai berikut:

  1. Kata Benda atau Nomina
  2. Kata Kerja atau Verba
  3. Kata Sifat atau Adiectiva
  4. Kata Ganti atau Pronomina
  5. Kata Bilangan atau Numeralia
  6. Kata Keterangan atau Adverbia
  7. Kata Sambung atau Coniunctio
  8. Kata Depan atau Praepositio
  9. Kata Sandang atau Articula
  10. Kata Seru atau Interjectio

1.1. Kata Benda atau Nomina

Dalam Tatabahasa Lama kata benda atau Nomina biasanya dibatasi dengan: 

Kata benda adalah nama dari semua benda dan segala yang dibendakan. 

Selanjutnya kata-kata benda, menurut wujudnya, dibagi atas:

  • Kata benda Konkrit, dan
  • Kata benda Abstrak.

Kata-kata benda Konkrit adalah nama dari benda-benda yang dapat ditangkap dengan pancaindera, 

sedangkan,

Kata benda Abstrak adalah nama-nama benda yang tidak dapat ditangkap dengan pancaindera. 

Kata benda konkrit selanjutnya dibagi lagi atas:

  • Nama diri
  • Nama zat dan lain sebagainya.

Begitulah garis besar uraian Tatabahasa Lama tentang kata benda. Uraian tersebut agak sulit sebenarnya bagi mereka yang belum dewasa untuk memahami misalnya pengertian: wujud, konkrit dan abstrak. Bila kita menanyakan anak-anak apakah: angin, udara, dan sebagainya itu kata benda konkrit atau abstrak, maka pikiran mereka pertama-tama akan mengatakan bahwa baik angin, udara, tak dapat dilihat, tak dapat dicium bahkan tak dapat diraba. Kesimpulan mereka adalah semuanya itu kata benda abstrak. 

Apakah benar demikian? 

Apakah angin tidak berwujud? Apakah udara juga tidak berwujud. Dan apa sebenarnya wujud itu?

Di samping persoalan di atas, bahasa Indonesia tidak perlu atau tidak harus mengikuti suatu cara pembagian seperti Tatabahasa-tatabahasa asing. Bila kita mau mengikuti dengan cermat semua rumusan dan ketentuan Tatabahasa asing, maka acap kali kita terbentur atau terpaksa menciptakan dan memaksakan sesuatu bagi bahasa Indonesia.

Dalam persoalan kata benda, bahasa-bahasa asing, dan juga pada sebagian kata-kata dalam bahasa Arab mempunyai ciri-ciri yang khusus untuk menunjukkan bahwa kata tersebut adalah kata benda. Ciri-ciri itu meliputi:

  1. Perubahan bentuk berdasarkan fungsi kata itu dalam sebuah kalimat (casus).
  2. Perubahan bentuk berdasarkan jumlah dari kata benda itu (numerus). Bahasa Latin mengenal dua numeri: Singularis dan Pluralis atau Tunggal dan Jamak, sedangkan bahasa-bahasa Yunani, Arab dan Sansekerta mengenal tiga numeri: Singularis, Dualis dan Pluralis.
  3. Jenis kata dari kata benda itu termasuk jenis laki-laki ataukah perempuan (genus atau gender).

Sebagian ciri-ciri di atas juga ada dalam bahasa Arab, hanya saja ada perbedaan konsep dalam pembagian jenis katanya. Dalam bahasa Arab terbagi atas isim, fi'il dan huruf. Dimana, boleh jadi suatu kata itu tergolong jenis isim akan tetapi mempunyai dua makna, tergantung pada konteks kalimat yang membentuknya. Isim bisa tergolong jenis kata benda (bermakna benda), bisa juga tergolong jenis kata kerja (bermakna pekerjaan atau perbuatan). 

Contoh, dhoribun ini bisa bermakna orang yang memukul, bisa juga bermakna memukul, tergantung konteks kalimatnya atau tergantung dimana perletakan kata tersebut dalam suatu kalimat.

Semua ciri itu tidak bisa diterapkan dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tidak mengenal akan adanya casus, tidak mengenal akan adanya numerus juga tidak mengenal genus. Kita tidak perlu merasa bahwa bahasa Indonesia kekurangan sesuatu atau miskin akan sesuatu bentuk atau konsep. Tiap bahasa memiliki sifat-sifat yang khas. Sistem bahasa Indonesia dalam dirinya sendiri cukup sempurna untuk mengungkapkan segala sesuatunya sebagai pendukung kebudayaan bangsa Indonesia. Untuk itu perlu kita menggali (bukan meniru-niru) ciri-ciri yang masih tersembunyi dalam struktur bahasa ini, untuk dijadikan ciri kata bendanya. (lihat Kata Benda menurut Pembagian Jenis Kata yang baru pada pembahasan yang akan datang).


1.2. Kata Kerja atau Verba

Kata Kerja atau Verba dibatasi sebagai berikut: semua kata yang menyatakan perbuatan atau         laku digolongkan dalam kata kerja. 

Bila suatu kata kerja menghendaki adanya suatu pelengkap (objek) maka disebut kata kerja transitif, misalnya: memukul, menangkap, melihat, mendapat dan sebagainya. 

Sebaliknya bila kata kerja tersebut tidak memerlukan suatu pelengkap (objek) maka disebut kata kerja intransitif, misalnya: menangis, meninggal, berjalan, berdiri dan sebagainya.

Batasan ini pun tetap kabur. Apakah tidur misalnya menyatakan suatu perbuatan? Apakah meninggal itu menyatakan suatu tindakan? Sebaliknya kata sakit dalam bahasa Indonesia akan dianggap sebagai kata yang bukan Kata Kerja, tetapi dalam bahasa Latin misalnya dimasukkan dalam katagori kata kerja karena dia memiliki semua ciri yang diperlukan oleh sebuah kata kerja dalam bahasa Latin. Tetapi dalam bahasa Indonesia tidak demikian. Kalau begitu di mana batas-batas perbuatan atau tindakan dengan keadaan?

Kata-kata dalam bahasa Yunani, Latin, Sansekerta jelas bisa ditentukan sebagai kata kerja karena mempunyai ciri-ciri yang khusus, yaitu bentuk verbal-finit. Bentuk verbal-finit adalah bentuk yang khusus yang hanya bisa diambil oleh sebuah kata kerja. Bentuk finit (yang sudah dibatasi) dari suatu kata kerja tergantung dari beberapa hal yang berikut, yang sekaligus akhirnya akan mengharuskan kita memakai bentuk-bentuk yang sesuai dengan itu, yaitu:

  • Berdasarkan persona (orang: I, II, III/tunggal dan jamak)
  • Berdasarkan ragamnya (pasif-aktif).
  • Berdasarkan kala/waktunya (tempus, tense).
  • Berdasarkan cara (modus: indikatif, imperatif, desideratif dan sebagainya).

Perubahan bentuk kata kerja berdasarkan keempat hal di atas disebut konyugasi. Sedangkan perubahan, baik pada kata-kata benda (deklinasi) maupun pada kata-kata kerja (konyugasi) bersama-sama disebut fleksi. Itulah sebabnya bahasa-bahasa asing disebut juga bahasa-bahasa Fleksi.

Di samping perubahan bentuk-bentuk tersebut, bentuk-bentuk in-finit nya menunjukkan ciri-ciri yang khusus, yang sekaligus menjadi tanda pengenal bahwa kata tersebut adalah kata kerja. 

Misalnya dalam bahasa Latin semua kata yang berakhiran: -are, -ere, dan -ire adalah kata kerja. Jadi kalau kita menemukan kata seperti: amare, cantare, delere, regere, dormire, dan lain-lain kita akan terus memastikan bahwa kata-kata itu adalah kata kerja, walaupun kita tidak mengetahui artinya. Dengan demikian kata aegrotare yang berarti sakit dalam bahasa Latin akan langsung kita golongkan dalam kata kerja, tanpa melihat artinya. 

  Tetapi bagaimana dengan kata sakit dalam bahasa Indonesia?

Sebab itu, bagaimana sekalipun kita harus mencari ciri-ciri untuk menjadi pegangan kata kerja dalam bahasa Indonesia (lihat selanjutnya: Kata Kerja atau Verba  menurut Pembagian Jenis Kata yang baru pada pembahasan yang akan datang).


1.3. Kata Sifat atau Adiectiva

Batasan Kata Sifat menurut cara Tatabahasa Lama adalah: kata yang menyatakan sifat atau hal keadaan dari suatu benda: tinggi, rendah, lama, baru, dan sebagainya. 

Malah ada yang memberi batasan yang lain pula: Kata Sifat ialah kata yang memberi keterangan atau yang menerangkan nama benda. 

Dengan perumusan ini mereka terjerumus pada lubang yang digalinya sendiri. 

      Dengan rumusan ini mereka akan dipaksa untuk menerangkan bahwa dalam bahasa Indonesia frasa rumah batu, kata batu adalah kata sifat. Anak kecil sekalipun akan mengatakan bahwa kata batu adalah kata benda. Mengapa sampai terjadi kesalahan seperti itu? Karena bahasa Indonesia selalu dibandingkan dengan bahasa-bahasa asing, atau dengan kata lain semua kategori gramatis (tatabahasa) beserta perumusannya dalam bahasa Barat diterapkan, dipaksakan ke dalam bahasa Indonesia dengan tidak mengindahkan struktur bahasa Indonesia.

Adiectiva dalam bahasa-bahasa asing selalu harus selaras dengan kata benda yang diikuti dalam tiga hal yaitu:

  • dalam fungsi kata itu dalam sebuah kalimat atau casusnya;
  • dalam jumlahnya (numerus);
  • dan dalam jenis kata (genus).

Adiectiva selanjutnya dapat mengambil bentuk-bentuk yang istimewa bila ditempatkan dalam tingkat-tingkat perbandingan (gradus comparationis), untuk membandingkan suatu keadaan dengan keadaan yang lain. Taraf-taraf perbandingan itu adalah:

  1. Tingkat biasa atau gradus positivus.
  2. Tingkat lebih atau gradus comparativus.
  3. Tingkat paling atau gradus superlativus.

Selain dari ketiga tingkat perbandingan ini masih ada suatu hal yang lain yaitu: keadaan yang sangat tinggi derajatnya, tetapi dengan tidak mengadakan perbandingan dengan urutan-urutan keadaan yang lain. Derajat semacam ini disebut elatif, contohnya:

            Yang terpenting ialah memilih kawan-kawan yang dapat dipercaya.

            Gunung itu terlalu tinggi.

Bagaimana sekalipun, kedudukan jenis kata ini jelas dalam bahasa-bahasa asing. Kata-kata ini bisa dikenal segera karena bentuknya yang khusus yang diambilnya berdasarkan kata benda yang diikutinya (dalam hal genus, numerus, dan casus) maupun berdasarkan tingkat-tingkat perbandingannya.

Apakah bahasa Indonesia juga memiliki ciri-ciri yang khusus untuk menentukan bahwa suatu kata adalah kata sifat? (lihat Kata Sifat atau Adiectiva  menurut Pembagian Jenis Kata yang baru pada pembahasan yang akan datang).

***

Tugas Latihan

            Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini! 

  1. Jelaskan mengapa pembagian Jenis Kata menurut Bahasa Asing dan Bahasa Arab tidak bisa diterapkan dalam pembagian Jenis kata dalam Bahasa Indonesia?
  2. Apakah ciri-ciri yang khusus dalam Bahasa Asing, untuk menunjukkan bahwa kata tersebut adalah kata benda? Lalu, bagaimana pula konsep pembagian jenis kata dalam Bahasa Arab terkhusus pada jenis Isim? Berikan satu kata Isim sebagai contohnya, beserta penjelasannya! 

www.sketsarumah.com
www.sketsarumah.com Sederhana itu Lebih - Less is More. Desain bukanlah menambah-nambah biar berfungsi, tetapi desain adalah menyederhanakan agar berdaya guna.

Posting Komentar untuk "#01 Morfologi Kata"

Menjadi Penulis Terampil
Hanya dari kebiasaan menulis sederhana
Motivasi Menulis

Gimana nih! memulai menulis

Motivasi Menulis
Kejutan dulu,
lalu Keteraturan

Bahasa Indonesia
Belajar
tentang Kalimat

Motivasi Menulis

Merekam objek ide tulisan

Bahasa Indonesia
Belajar
Menulis Artikel

Bahasa Indonesia
Belajar
tentang Kata

Motivasi Menulis
Agar Menulis
tidak Lumpuh

Bahasa Indonesia
Belajar
Gaya Bahasa

menulis.sketsarumah.com
Seputar #sejarahislam #biografi #salafushshalih #caramenulis #deskripsi , #eksposisi , #artikel , #essay , #feature , #ceritanyata , #cerpen nonfiksi , #novel nonfiksi , #kisah inspiratif , #biografi inspiratif di studio www.sketsarumah.com.

Ikuti yuk!
Telegram: t.me/menulissketsarumah_com
Twitter: twitter.com/menulisketsarmh

Simpan yuk!
WhatsApp: wa.me/+6285100138746 dengan nama: www.sketsarumah.com