Agar menulis tidak lumpuh
Terkadang dalam proses belajar menulis mendadak "lumpuh", macet, atau kurang semangat lagi. Hal tersebut, kemungkinan kita kurang perhatian dalam masalah-masalah berikut ini:
Ekspresi
Sejatinya menulis itu adalah ekspresi diri kita. Menulis adalah pengejawantahan jiwa kita. Menulis hendaknya adalah ekspresi dalam keadaan gembira. Menulis harus jujur, jujur terhadap diri kita. Sehingga ada pernyataan bahwa, tulisan itu menunjukkan pribadi, gagasan-gagasan, dan pemikiran-pimikirannya. Misalkan kita seorang yang berkeyakinan Islam Ahlus Sunnah wal Jama'ah, maka tak mungkin kita menulis sesuatu dengan cara pandang seorang Liberalis, atau seorang yang berkeyakinan khurofat, dan sebagainya. Jika kita menulis yang jauh dari apa yang ada dalam jiwa kita, sejatinya tangan kita yang menulis sedang mengkhianati jiwa kita.
Banyak tulisan-tulisan yang sejatinya hanya, misalnya membahas tentang suatu profesi dalam bidang tertentu, akan tetapi setelah difahami dan ditelusuri secara mendalam, ternyata mengandung suatu faham tertentu secara tersirat.
Sehingga, karena menulis itu adalah ekspresi, maka harus dan tidak bisa tidak kecuali jujur. Hanya dengan kejujuranlah menulis tidak akan mengalami 'macet' atau kehabisan ide.
Riset
Riset juga adalah suatu hal yang akan mengatasi dalam kebuntuan dalam menulis, kekosongan gagasan, dan berhenti sebelum waktunya.
Mengapa terkadang "mandeg" ketika menulis?
Ya, salah satunya adalah karena kita tidak menguasai bahan yang akan ditulis. Seorang arsitek tidak bisa menulis tentang biologi, atau seorang pengusaha sol sepatu tidak bisa menulis tentang herbal, dan sebagainya. Sehingga, seorang arsitek piawai menulis tentang arsitektur bahkan akan berlembar-lembar dan tidak akan habis-habisnya gagasan yang ada dipikirannya. Dia menulis akan mengalir terus bagaikan air sungai dengan mata air terpancar.
Lalu, bagaimana jika kita baru akan menguasai suatu bidang tertentu yang akan kita tulis? Tentu belum punya materi yang banyak. Jawabannya adalah : Riset.
Dengan riset dari berbagai sumber dan nara sumber, kita akan mempunyai bahan. Dengan riset pula, apa yang pernah saya katakan bahwa riset "memaksa" kita untuk belajar. Memaksa kita untuk mendalami bidang yang akan kita geluti.
Jadi, sebenarnya menulis suatu permasalahan itu hanya sebentar. Satu artikel atau satu episode narasi itu mungkin kita tulis hanya dalam 1 sampai 2 jam, akan tetapi Riset dan mencari bahannya boleh jadi berhari-hari.
Inilah kunci agar menulis tidak "mogok".
Niat
Niat menulis sangat erat hubungannya dengan ekspresi. Jika ekspresi kita dalam menulis sudah benar, sudah jujur. Maka dengan sendirinya niat kita dalam menulis benar. Ya, karena ekspresi itu kaitannya dengan apa yang menjadi ideologi, manhaj dan metode dalam menjalani hidup, tentu niat yang benar adalah semata-mata karena Allah.
Setelah itu, kita niatkan juga karena ingin berbagi manfaat kepada sesama. Kita akan merasa senang dan bahagia bila sesama kita mendapatkan pelajaran dari tulisan-tulisan kita, padahal kita tidak tahu siapa-siapa yang telah membaca tulisan kita jika sudah di 'publish' ke publik.
Adapun akibat dari tulisan kita sehingga orang tertarik dengan usaha kita, atau orang yang membaca sekedar ingin berkenalan pada kita, bahkan lebih dari itu ingin saling mengunjungi dan mengikat tali persahabatan, itu adalah hanya efek-efek saja dari tulisan kita. Dan itu bukan tujuan utama.
Ikhlashkan semata karena Allah dan ingin berbagi manfaat.
Komitmen
Ada pertanyaan : Bagaimana kita bisa menghasilkan tulisan yang menarik, enak dibaca dan mempunyai ciri tersendiri yang unik dari diri kita sendiri?
Pertanyaan ini sudah sering ditanyakan, ratusan bahkan sudah tak terhitung kepada para pakar penulis dari zaman dahulu sampai sekarang.
Jawabannya selalu sama.Yaitu : menulis atau latihan yang terus menerus dengan komitmen yang tinggi. Sering diulang-ulang, bahwa seseorang mampu menjadi trampil dalam suatu keterampilan, atau apapun keterampilannya hanya didapat dengan mengulang-ulang.
Ulang-ulang lah maka ia akan menancap dengan kuat.
Seorang qori atau pembaca Al Qur'an dengan bacaan tajwid yang tepat dan lagu yang menghanyutkan, seorang pebeladiri dengan gerakan refleks dan insting yang kuat dalam pertarungan-pertarungan, atau seorang anak yang terampil memakai sepeda BMX meliuk-liuk, dan sebagainya hanya didapat dengan mengulang-ulang.
Pertama melakukannya, memang terlihat kaku dan canggung, banyak teori yang menuntunnya. Awalnya terasa aneh, tidak biasa, dan kadang dia merasa risih dengan entah lantunan bacaan Al Qur'an nya, atau gerakan pukulan tangkisan beladirinya, atau liukan sepeda BMX yang berkali-kali jatuh berdebam. Akan tetapi, karena di ulang-ulang terus menerus akhirnya lantunan bacaan semakin tepat tajwidnya dan lagunyapun semakin syahdu, gerakan refleks beladiri sudah luwes tapi bertenaga, dan liukan sepeda BMX bagaikan tarian dari negeri antah berantah.
Bagaimana dengan menulis? Sama. Pertama menulis mungkin akan macet-macet, kalaupun lancar itu liar tak terkendali. Tapi karena diulang-ulang dengan frekwensi yang tetap, komitmen tinggi, maka ia akan mencapai kemampuan menulis yang lancar dan terkendali. Terkadang teori sudah dilupakan, dan ia menemukan bentuk-bentuk baru sehingga itu seakan keluar dari dirinya. Jiwa dan hatinya ter-ejawantah pada tangannya yang menari-nari mengukir huruf demi huruf, kata demi kata, dan kalimat demi kalimat. Jiwanya sudah menyatu dengan kata-kata.
Diantara salah satu tips mengulang-ulang bisa dengan menulis ulang sesuatu yang kecil dahulu. Yaitu menulis ulang satuan gagasan terkecil dalam tulisan yaitu suatu paragraf. Suatu paragraf adalah boleh dibilang suatu satuan gagasan terkecil dalam suatu tulisan. Maka, kita bisa mengulang tulisan satu paragraf langsung ketika tulisan satu paragraf itu baru jadi. Setelah kita ulang-ulang beberapa kali maka kita akan menemukan satu paragraf tulisan yang bagus yang merupakan ungkapan paling tepat pada satu gagasan kita.
Ada seorang penulis yang setiap pulang kantor (dia pegawai Telkom) nulis lho, nulis itu bukan perkara mood, sesumbarnya.
Kata dia, "Mood itu suatu alasan atau pembelaan terhadap kemalasan."
Kita bisa tahu tulisan bisa menjadi bagus, ketika kita menulis dan hasilnya jelek. Bagaimana kita bisa perbaiki kekurangan-kekurangan kita kalau kita tidak mengetahui kekurangan kita? Untuk mengetahui itu maka, gulirkan gerakan anti mood.
Tak ada alasan lagi untuk lock down dalam menulis. Jangan lupa dengan; ekspresi, riset, niat dan komitmen.
Posting Komentar untuk "Agar menulis tidak lumpuh"