#24 Feature
Pemicu timbulnya suatu feature
Suatu ketika dalam perjalanan aku sering melihat anak-anak menjajakan makanan ringan di perempatan jalan. Telah ratusan kali pemandangan itu tampil dan kita tak pernah peduli. Namun, tiba-tiba, suatu penampakan di dalam bis kota yang kunaiki, yang agak lain dari biasanya, menyebabkan aku mengambil notes atau smartphone. Mencatat.
Tiga anak penjaja makanan lompat ke dalam bis, satu di antaranya cacat kedua tangan kakinya. Yang berseragam sekolah dasar membawa tas, bukan berisi buku, makanan ringan yang akan ditawarkan. Ketika tas makanan ringan telah digantungkan di leher dan ditawarkan, si cacat pun berseru-seru mengkampanyekan dagangannya. Aku sudah mulai melangkah satu cerita feature.
Setengah jam kemudian, aku turun dari bis itu dengan smartphone dan notes yang beberapa halamannya berisi cacatan baru, repotase dan hasil wawancara dengan si Bujang demikian nama si cacat tadi.
Esoknya, aku mengusulkan cerita si Bujang pada redaktur majalah yang membawakan feature.
"Saya punya cerita menarik," kataku.
"Tentang tiga anak penjaja makanan ringan yang saling kerja sama, membagi nasib bersama. Jika cerita ini diperluas dengan reportase dan wawancara anak-anak jalanan yang lain, saya kira akan menjadi feature yang menyentuh."
Notes itu bercerita : "Nama saya Bujang. Tak seorang pun pernah menanyakan asal usul saya. Cita-cita saya hanya satu, menjadi pedagang, enggak usah terkenal, tapi sukses. Saya tak pernah sekolah, saya tak bisa membaca dan menulis, tapi kalau ngitung-ngitung, bisa. Ayah saya kuli bangunan di Bandung. Empat tahun lalu saya lari ke Jakarta."
Redaktur majalah rupanya tertarik. Dalam rapat perencanaan ia mengusulkan cerita yang ditawarkan olehku. Rapat menyetujui usulan itu. Maka disusunlah rencana penulisan artikel panjang yang penuh warna tentang anak-anak jalanan cerita mereka menyusuri jalan, keluhannya, kegembiraannya, hubungan antar mereka, latar belakang keluarga, pendapatannya, dari menjajakan makanan ringan, sampai masalah sosial yang melahirkan anak-anak itu. Hasilnya tulisan di rubik Sekitar Kita: "Bocil-bocil Merambah Jalanan".
Apakah feature?
Harus diakui, definisi bukanlah sesuatu yang bisa menjelaskan feature secara utuh dan memuaskan. Lebih mudah mengatakan "feature itu begini dan bukan begitu", daripada "Batasan Feature ialah ...". Hanya saja setidaknya ada definisi dasar yang bisa dijadikan patokan.
Jadi, feature adalah:
artikel kreatif, terkadang subjektif, dan terutama dimaksudkan untuk membuat senang dan memberi informasi pengetahuan kepada pembaca tentang suatu kejadian atau peristiwa, keadaan, atau aspek kehidupan.
Dalam menyifati bentuk tulisan ini, ada juga yang menyatakan bahwa, feature "cenderung lebih untuk menghibur dari pada menginformasikan."
Ada dua ungkapan yang harus dicermati dengan sangat berhati-hati dari kedua "batasan" di atas, yakni, "untuk membuat senang" dan "cenderung lebih untuk menghibur". Kedua ungkapan itu, tak berarti bahwa aspek "menginformasikan" pada feature menjadi dinomor-sekiankan, setelah aspek "membuat senang" dan "menghibur" tadi. Kedua ungkapan tersebut lebih berfungsi sebagai peringatan bagi para penulis feature
untuk selalu memelihara semangat dan berusaha "menghibur" para pembaca mereka.
Karena aspek "membuat senang" dan "menghibur" itu pula, feature mendapat "kelonggaran" dalam hal keketatan waktu dan aktualisasi. Apa yang disebut newspeg (berita) pada akhirnya, bukanlah merupakan prioritas utama di dalam feature. Karena itu pula, dengan kata lain, feature sering disebut sebagai "tulisan awet".
Kreativitas
Tidak seperti menulis berita biasa, menulis feature memungkinkan penulis "menciptakan" sebuah cerita. Dan memang, ia masih terpasung etika bahwa tulisan harus akurat, dan seterusnya. Karena feature, dengan segala "kebebasan" nya, tetaplah merupakan jenis tulisan jurnalistik, dan bukan fiksi.
Kreativitas seorang penulis feature bisa tercipta dari kebisaannya mengembangkan sebuah berita biasa, atau salah satu aspek berita biasa, menjadi tulisan feature yang "asyik dibaca dan penting". Dengan kata lain, dari suatu peristiwa atau keadaan, seorang penulis bisa saja menggagas suatu feature.
Misalnya, seorang penulis selalu ditugasi menulis feature mengenai Hari Raya Iedul Fitri, salah satu hari raya umat Islam. Biasanya ia meliput dan menulis hal-hal rutin kegiatan-kegiatan menjelang hari raya itu, mewamcarai beberapa tokoh muslim, merepotasekan kerepotan keluarga-keluarga dalam menyambut hari besar itu, dan seterusnya. Namun, suatu saat ia bosan. Maka, dengan kondisi itu ia ingin mencari "sudut lain".
Ia mungkin menemui para santri yang nasibnya berbeda dengan santri-santri pondok pesantren yang mampu mudik atau pulang kampung ketika liburan Lebaran telah tiba. Apa yang menjadi alasan para santri yang nasibnya tak bisa mudik tersebut, sehingga tidak berkumpul dengan keluarganya di hari yang berbahagia tersebut, dan seterusnya. Penulis itu pun mengikuti mereka di sekitar Hari Raya Iedul Fitri, dan mengingat-ingat segala hal yang di lakukan oleh para santri tadi. Apakah mereka juga mungkin merayakan hari besar tersebut, dan sebagainya.
Mungkin juga, ia mengajak mereka mengobrol, dan menanyakan arti Hari Raya Iedul Fitri bagi mereka. Lalu ia bisa pula, mewancarai tokoh-tokoh agama (para ustadz) di pondok pesantren tersebut, apa komentar mereka tentang para santri yang tak beruntung itu. Hasilnya, tentu saja berupa feature yang sangat menarik.
Subjektivitas
Beberapa feature ditulis dengan sudut pandang (Point Of View) "aku", sehingga memungkinkan penulis melibatkan emosi dan pandangannya sendiri. Keterlibatan perasaan “aku” inilah yang memberikan pada feature aspek "menyentuh" hati pembaca. Dan ini, sangat jarang bisa dicapai oleh sebuah tulisan berita biasa. Masuknya segi emosional itu pula yang memberi kemungkinan pada feature untuk "asyik dibaca".
Penulis semestinya menyukai petualangan dan pengalaman, sambil mencari tema yang mungkin diangkat menjadi tulisan menarik, karena ditulis dalam bentuk "aku". Misalnya, seorang da’i (pendakwah) mengunjungi satu daerah pelosok untuk kegiatan di lapangan latihan berdakwah ke masyarakat. Ia catat pengalamannya sejak mulai berangkat melakukan perjalanan. Ia ingat pula bagaimana perilaku masyarakat ketika pertama kali melihat kedatangannya.
Dalam perjalanan, ia membuat cacatan tentang berbagai "bekal" nya yang sepele, mulai dari sabun, sikat gigi, sampai permen, bagaimana pula ketika mobil sewaannya misal, mogok. Ia pun mendapatkan kesan betapa orang-orang di daerah pelosok itu ingin bercakap-cakap dengannya, setelah sekian lama bercakap-cakap dengan orang luar daerahnya merupakan hal jarang terjadi. Walhasil, pikiran dan pengalaman pribadinya menjadikan feature itu "hidup".
Meskipun begitu, penulis pemula harus hati-hati terhadap teknik seperti itu. Pada umumnya para penulis baru mempunyai kecenderungan untuk menonjolkan dirinya sendiri lewat penulisan dengan gaya "aku". Maka dari itu, sekalipun ditulis dengan POV "aku", feature tetap tak bisa mengabaikan satu di antara dasar karya jurnalistik yang bagus, yakni asas "objektif".
Informatif
Feature yang kurang nilai aktualitasnya bisa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai situasi, atau aspek kehidupan, yang mungkin kurang diperhatikan dalam penulisan berita biasa di media-media mainstream.
Suatu contoh lagi, misalnya kota kita mungkin mempunyai wahana berharga suatu kebun binatang yang sedang terancam ditutup karena kekurangan dana. Seorang penulis bisa mengunjungi kebun binatang tersebut dan mengadakan wawancara kepada direkturnya mengenai krisis keuangan itu. Hasil tanya jawab itu dapat menjadi berita kecil dengan judul "Selamat Tinggal Kebun Binatang Kita".
Namun, penulis itu jeli melihat sudut lain sehingga berita kecil itu bisa dianggap penting, layak dimuat, sebagai feature. Misalnya, ia mengetahui anak-anak yang berkunjung ke situ pasti tertarik pada binatang di sana. Inilah tulisan penulis itu.
"Sang Kijang menggosok-gosokkan kepalanya manja ke arah tangan anak yang mengelus-elus bulunya, tak peduli pada cekikikan anak-anak yang tertawa kegirangan mengelilinginya. Sang Kijang mungkin tidak akan menerima tamu seperti itu lagi. Kebun Binatang barangkali segera ditutup, karena kekurangan dana."
Dalam laporan itu, si penulis memusatkan perhatiannya untuk menemukan hubungan antara anak-anak dan binatang. Ia mendeskripsikan kegembiraan anak-anak dan kecintaan yang mereka curahkan pada binatang itu.
Apa yang terjadi setelah itu? Kebun Binatang itu diselamatkan. Subsidi dari para donatur, besar dan kecil, membanjiri dari seluruh pelosok kota. Banyak pembaca yang tak tahu keadaan Kebun Binatang itu. Dan, sebagian yang lain pun tak mengetahui apa yang bisa diberikan Kebun Binatang itu kepada masyarakat, seperti apa yang dialami oleh anak-anak yang butuh pendidikan pengalaman nyata tentang dunia hewan. Karena itu, warga kota bersepakat bahwa Kebun Binatang itu layak dipertahankan. Maka, wahana itu pun tak jadi ditutup.
Aspek informatif penulisan feature bisa juga dalam bentuk lain. Featura, misalnya bisa menampilkankan akibat suatu bencana pada umat manusia, dengan memusatkan perhatian kepada keadaan masyarakat orang-perorang yang tertimpa bencana. Kondisi sosial, seperti perumahan, mampu dipaparkan secara efektif dengan penggambaran yang menyentuh hati.
Ada banyak hal remeh-temeh, di tangan penulis yang kreatif bisa menjadi alat yang dahsyat. Bisa menggelitik hati sanubari manusia untuk melakukan perubahan yang sangat berarti.
Menghibur
Paling tidak, feature menjadi alat penting bagi media tulis untuk bersaing dengan media suara dan media video. Penulis mengakui, mereka tak akan sanggup "mengalahkan" radio, televisi dan video pada dunia maya dalam hal kecepatan penyampaian berita ke masyarakat. Radio, TV dan video internet bisa mengudarakan cerita besar hanya dalam beberapa menit setelah sesuatu terjadi, bahkan mampu siaran langsung pada saat itu juga. Sedangkan penulis media tulis harus bersabar, bahwa baru beberapa jam setelah kejadian pembacanya baru tahu mengenai suatu peristiwa.
Namun, penulis dalam majalah misalnya, bisa mengalahkan saingannya, radio, TV, dan video internet, dengan cerita eksklusif. Ia juga mampu membuat versi yang lebih mendalam mengenai sebuah cerita yang juga disiarkan media-media elektronik tersebut.
Dengan kelebihan seperti itu dalam benak penulis, ia selalu mencari "peluang" feature dalam berita-berita yang paling hangat, hingga sulit dikalahkan oleh radio, TV dan video internet.
Feature memberikan variasi terhadap berita-berita rutin, pembunuhan, ketimpangan sosial, bencana, dan sebagainya, yang selalu meramaikan kolom-kolom berita. Feature bisa membuat pembaca tertawa terhibur, atau sebaliknya terharu dan digugah semangat simpatinya.
Seorang penulis bisa menulis "cerita berwarna-warni" untuk menangkap perasaan dan suasana pada pembukaan sebuah perlehatan tabligh akbar, misalnya . Ia berbincang dengan peserta seorang kakek berusia 60 tahun. Ia bicara dengan polisi yang menjaga keamanan jalannya acara, atau dengan penjual minuman dan makanan di lapak-lapak sekitaran acara, dan sebagainya. Hasilnya berupa cerita yang menarik mengenai manusia, yang membuat seolah-olah pembaca hadir dan duduk di tempat kejadian sesungguhnya. Imajinasi para pembaca terstimulus.
Misalnya lagi, seorang penulis yang eksplor ke kantor polisi dapat mengumpulkan berlembar-lembar lelucon pengalaman polisi, dan menulis feature yang lucu tentang humor polisi yang merupakan segi lawannya dari tugas-tugas polisi yang penuh bahaya.
Penulis juga bisa menulis tentang pendidikan dengan menghadiri hari pertama anak-anak kelas satu SD masuk sekolah, untuk menulis suatu feature tentang ragam reaksi anak-anak ketika menjalani pengalaman pertama masuk sekolah.
Intinya, dalam setiap kasus, sasaran utama adalah bagaimana "menghibur" pembaca dan memberikan kepadanya hal-hal yang baru dan segar.
Posting Komentar untuk "#24 Feature"