#03 Lembah frustasi menulis
Pendahuluan
Imajinasikan kita melihat suatu proses pembangunan rumah tinggal, tetapi dari jarak agak jauh.
Awal pertama kali, kita akan hanya melihat tukang sibuk ukur sana, ukur sini. Lalu memasang yang namanya bouwplank. Bouwplank, yaitu papan lurus dan datar yang dipasang pada keliling atau sudut-sudut lahan yang menurut rencana akan didirikan bangunan. Bouwplank dipasang agak jauh dari bangunan yang akan didirikan. Bouwplank itu tempat benang-benang dikaitkan sebagai patokan garis-garis dimana pondasi dan tembok akan dibangun.
Setelah itu, para tukang akan menggali tanah untuk lokasi tempat pondasi ditanam. Semakin tinggi bangunan rumah, misalnya 2 lantai, bahkan 3 lantai semakin dalam galian untuk pondasi. Tentu saja aktivitas penggalian jika dilihat dari jauh, tak terlihat begitu menyolok. Dan penggalian ini cukup lama, karena cukup menguras tenaga para tukang. Mengangkat batu-batu kali pondasi, terkadang musti membelahnya dengan palu besar jika batu kali terlalu besar. Belum lagi mereka musti bekerja di bawah sorotan terik matahari, karena bangunan rumah belum terbangun, tentunya tak ada naungan atap.
Pembuatan pondasi pada kedalaman dari permukaan tanah, sehingga bentuk rumahpun belum terlihat. Setelah pondasi selesai, para tukang menganyam besi-besi beton untuk tiang-tiang dan sloof. Pekerjaan menganyam besi beton biasanya tidak di atas lokasi lahan, namun di tempat yang kosong, misal pada sisa lahan, atau bahkan di lahan tetangga.
Setelah menganyam besi-besi beton, tukang-tukang mulai memasang anyaman tersebut di atas pondasi.
Jika kita lihat dari jauh, maka baru terlihat ada tiang-tiang yang seolah-olah mulai tumbuh dari dalam tanah. Dan setelah para tukang "mengecor" beton sloof, barulah para tukang mulai memasang batu bata sebagai bahan utama dinding-dinding rumah. Maka mulailah terlihat bentuk rumah.
Menurut pengalaman, pengukuran bouwplank, penggalian tanah untuk pondasi, pembuatan pondasi akan cukup memakan waktu yang lama. Sedangkan bentuk rumah tak kunjung terlihat. Seolah-olah kecepatan pekerjaan pembangunan rumah ketika tahap pondasi sangat lambat.
Bahkan terkadang seorang tukang berkata, "Pekerjaan pondasi banyak dan berat, tapi gak kelihatan kerjaannya."
Sampai-sampai, jika pembangunan rumah sampai tahap finishing seperti mengecat tembok, membuat plafon, mengecat pintu dan jendela, dan sebagainya, para tukang yang membangun pondasi tidak suka jika mereka digantikan oleh tukang yang lain atau tukang yang baru, "Enak aja kita yang susah payah bikin pondasi, mereka yang finishing."
Pekerjaan finishing adalah pekerjaan yang nyaman, ringan dan santai. Lebih-lebih lagi dikerjakan di bawah naungan atap, karena atap telah terpasang.
Artinya, bahwa pekerjaan pembuatan pondasi itu berat, lambat dan tak begitu terlihat hasilnya.
Namun, ketika pondasi, besi beton tiang, dan beton sloof telah terpasang, maka pekerjaan pemasangan batu bata untuk dinding-dinding rumah akan mulai terlihat bentuk rumah, dan pekerjaan seolah-olah mengalami percepatan yang sangat cepat. Lalu kemudian, sekonyong-konyong atappun telah terpasang.
Kejadian-kejadian yang begitu cepat tersebut sering terjadi akibat aksi-aksi sebelumnya yang kurang menyolok. Dimana banyaknya aksi tersebut, sampai cukup berpotensi menjadi dasar untuk memicu adanya perubahan besar. Pola ini terjadi dimana-mana.
Rokok mampu menghabiskan paru-paru tanpa ketahuan dalam beberapa minggu, dan tiba-tiba si perokok musti masuk Unit Gawat Darurat suatu rumah sakit.
Tumbuhan bambu, hampir tak terlihat selama tiga tahun pertama pertumbuhannya, karena akarnya sibuk menembus tanah, sistem akar mencengkeram dengan kokoh di bawah tanah. Setelah itu, baru menjulang dengan cepatnya puluhan meter ke udara.
Begitu pula, kebiasaan menulis sering kita lakukan tanpa terasa adanya hal yang baru atau istimewa. Setelah itu, baru kita akan melewati suatu ambang kritis dan melesat mendobrak ke tingkatan keterampilan menulis yang baru.
Pada fase awal dan kira-kira fase tengah, kita sebut saja "lembah frustasi menulis". Pada fase tersebut kita mengharapkan kemajuan yang stabil, naik terus, tetapi ternyata boleh jadi kita frustasi ketika melihat keterampilan menulis kita tidak mengalami penambahan. Pada hari-hari pertama, pekan-pekan awal, atau bahkan bulan-bulan berikutnya. Seolah-olah kita jalan di tempat. Itulah pola itu. Seluruhnya sedang dihimpun untuk menjadi pondasi yang kuat sebagai dasar hasil yang maksimal. Dan, hasil maksimal tersebut secara alami seakan tertunda.
"Aku telah menyalin, menulis tulisan-tulisan setiap hari selama sebulan, tapi kenapa aku tidak melihat kemajuan dari tulisanku?" begitu pikiran sadar kita menguasai diri kita. Dan, untuk selanjutnya kita menghentikan kebiasaan menulis yang telah dimulai.
Maka dari itu, untuk mendapatkan kemajuan keterampilan menulis yang berarti, kebiasaan menulis haruslah dipertahankan cukup lama untuk dapat menembus ke tingkatan performa yang baru dalam menulis.
Bila kita merasa susah payah telah membangun kebiasaan menulis, tetapi seolah-olah terlihat "stagnan", bukan karena kita tidak berbakat menulis (jika keterampilan dianggap sebagai bakat, padahal bukan). Namun, karena kita belum melewati "lembah frustasi menulis". Mengeluhkan keberhasilan yang tertunda seperti mengeluhkan membangun rumah baru tahap pembuatan pondasi. Usaha kita tak sia-sia, hanya tersimpan. Aksi akan mulai terlihat ketika tukang mulai memasang batu-batu bata untuk dinding rumah.
Ketika pada akhirnya kita bisa melakukan penetrasi (daya tembus) melewati "lembah frustasi menulis", orang akan melihat dari luar sebagai "kesuksesan mendadak". Dan, ini wajar, kita sering hanya melihat ketika orang itu sukses, orang ini berhasil. Kita tak melihat apa aksi-aksi sebelumnya, yang memang belum viral.
Namun, kita tahu bahwa keterampilan menulis yang kita dapatkan itu adalah hasil latihan-latihan sejak lama sekali, ketika kita tak mengalami kemajuan apapun. Padahal, hal-hal itulah yang memungkinkan kita mengalami "lompatan" pada saat itu, mungkin pada saat buku perdana kita terbit.
Mungkin hal berikut bisa menjadi permisalan yang lebih konkret pada zaman now. Yaitu ketika kita mengunduh suatu aplikasi pada gawai cerdas kita, kita akan memerlukan waktu dalam mengunduhnya. Semakin rumit atau komplit fasilitas aplikasi, semakin besar beban quota dan semakin lama pula waktu mengunduhnya. Ketika kita sedang mengunduhnya, tentu saja kita belum bisa menggunakan aplikasi tersebut. Kita harus sabar menunggu. Itulah saat-saat seakan-akan tak ada kemajuan atau tak ada kegiatan secara fungsi pada aplikasi tersebut. Namun, pengunduhan tersebut menjadi pondasi dalam menjalankan aplikasi tersebut. Setelah aplikasi terpasang, langsung "wusss" melesat kencang aplikasi memberikan manfaat-manfaat yang kita inginkan.
Berikut dikutip dari referensi, juga akan menyadarkan kita betapa pentingnya aksi-aksi sebelum terjadinya suatu eksekusi perubahan besar dari suatu peristiwa.
"Ketika apapun terkesan tak ada gunanya, saya pergi menyaksikan tukang batu mengayunkan martil ke sebongkah batu cadas, mungkin sampai seratus kali, tanpa menghasilkan satu retakanpun pada cadas itu. Namun pada hantaman ke seratus satu kali cadas itu terbelah menjadi dua, dan saya tahu bukan hantaman terakhir yang menyebabkannya - melainkan semua hantaman yang dilakukan sebelumnya".
Segala hal besar dalam menulis, pasti berawal dari kecil. Benih setiap kebiasaan menulis adalah satu keputusan yang sangat kecil. Namun, ketika keputusan itu diulang, kebiasaan menulis akan tercengkeram kuat, tumbuh semakin kokoh. Akar-akar akan menjulur semakin dalam, cabang-cabang, dan ranting-ranting terus tumbuh.
Usaha menghentikan kebiasaan buruk atau sia-sia, bagaikan merobohkan pohon besar rapuh yang membahayakan kita, sebagaimana usaha membangun kebiasaan baik menulis seperti merawat tanaman setiap hari yang akan menjadi pohon besar bermanfaat bagi kita. (ibman)
***
Posting Komentar untuk "#03 Lembah frustasi menulis"