#13 Bergabung dengan Kelompok Komunitas Menulis
Menjadikan HASRAT
Kebiasaan Menulis MENARIK
Manusia senang berkelompok. Kita ingin selalu merasa saling cocok dengan yang lain, terikat dengan yang lain, dan mendapat apresiasi dari sesama kita. Ada ungkapan, "Domba yang bersendirian akan mati diserang serigala, tetapi domba yang berkelompok akan selamat."
Mereka yang berkolaborasi dan memiliki ikatan dengan yang lainnya akan merasa aman, bisa mengakses sumber daya bersama, dan tentu mampu bertahan hidup. Dan, salah satu hasrat manusia yang alami adalah ingin dimiliki.
Ternyata, kita tak memilih kebiasaan, tetapi norma-norma sosiallah merupakan aturan-aturan yang tak terlihat yang mengarahkan perilaku kita setiap hari. Kita hanya meniru. Terkadang kita melakukan kebiasaan-kebiasaan dalam kelompok kita tanpa berpikir, tanpa bertanya bahkan tanpa mengingatnya.
Sering terasa hidup yang seiring, seia-sekata dan sejalan dengan kelompok kita tidak terasa sebagai beban. Semua orang ingin dimiliki.
- Bila kita dibesarkan dalam keluarga yang memberi imbalan karena keterampilan menulis kita, maka menulis akan menjadi kegiatan yang sangat menarik.
- Bila tinggal dalam lingkungan tempat semua orang mengenakan baju jubah sebagai pakaian sesuai syariat Islam, kita akan cenderung memakainya agar setara dengan orang lain dalam lingkungan tersebut.
- Bila semua teman mempunyai kebiasaan memanggil yang lain dengan panggilan bahasa Arab "antum", kita juga ingin menggunakannya, agar semua teman dalam kelompok kita mengetahui atau mengakui bahwa kita "bagian dari mereka".
Perilaku menjadi menarik ketika perilaku tersebut memudahkan kita menjadi cocok dengan kelompok kita.
Kelompok menulis menawarkan peluang untuk mendapatkan manfaat dari menjadikan kebiasaan menulis kita lebih menarik.
Mengapa kita meniru kebiasaan menulis orang yang akrab dengan kita
Keakraban mempunyai pengaruh yang sangat kuat pada perilaku kita. Kita meniru kebiasaan menulis orang-orang di sekitar kita, baik daring maupun luring. Ketika teman-teman kita menulis cerita, kitapun cenderung ingin mencobanya juga.Aku mendapati diriku sering meniru perilaku orang-orang di sekitarku tanpa menyadari. Aku telah lama tinggal di ibukota selama 25 tahun. Tentu saja aksen bicaraku seperti orang Betawi. Kemudian aku pindah tinggal di Jawa Tengah. Tiba-tiba tak berapa lama aksen bicaraku jadi medok wong Jowo. Berbilang tahun aku telah tinggal di Muntilan dan Temanggung. Aku pikir, aku telah benar-benar menjadi orang Jawa, apalagi bapak ibu ku memang dari suku Jawa. Suatu saat, aku ada keperluan untuk melakukan perjalanan ke ibukota. Sesampainya di ibukota, begitu mendengar bicaranya orang pertama yang aku jumpai, ketika itu adalah supir taksi - tentunya dengan aksen loe gue - sekonyong-konyong medok Jowoku ambyar. Tanpa sadar, logat Jakarteku yang bertahun-tahun telah amblas, seolah-olah bangkit dari kuburnya.
Semakin akrab kita dengan seseorang atau kelompok kita, semakin kita meniru kebiasaan mereka. Teman, keluarga atau apapun kelompok kita memberi semacam tekanan tak terlihat menarik ke arah mereka.
Kita akan menyerap kebiasaan-kebiasaan menulis orang-orang di sekitar kita, bahkan menyerap kualitas-kualitas tulisan orang-orang kelompok tersebut.
Salah satu hal yang menarik yang dapat membangun kebiasaan menulis adalah bergabung dengan kultur komunitas menulis. Dimana kebiasaan menulis dianggap kegiatan normal dalam komunitas tersebut. Kebiasaan menulis dapat dicapai ketika kita melihat orang lain menulis setiap hari. Beradalah kita di antara orang-orang dengan kebiasaan menulis. Kita akan tumbuh bersama.
Tak ada yang lebih mendorong motivasi atau hasrat menulis dibanding menjadi anggota kelompok menulis.
Sebelumnya, mungkin kita berusaha sendiri. Identitas sebagai penulis tunggal. Namun, ketika kita bergabung dengan kelompok komunitas menulis Ahlus Sunnah, maka identitas penulis kita menjadi terkait dengan penulis-penulis kelompok tersebut. Perkembangan, pembentukan, dan pertumbuhan tak lagi menjadi perjuangan individu.
Kami penulis.
Identitas kelompok menulis tersebut tentu saja akan memperkuat identitas pribadi kita sebagai penulis. Yang semuanya itu membuat perilaku menulis mampu bertahan dalam jangka waktu panjang, bahkan selamanya sampai berkalang (berbantal) tanah.
Mengapa kita meniru kebiasaan menulis orang banyak
Ketika kita tak yakin bagaimana kita menulis dan memposting tulisan kita di kelompok menulis, kita serta merta mencermati reaksi teman-teman dalam kelompok menulis kita.Kita akan selalu memonitor kelompok menulis kita, dan selalu bertanya-tanya dalam hati dengan kepo, "Apa yang telah ditulis oleh anggota lain?" Yang pada akhirnya, perilaku menulis kelompok akan mengalahkan perilaku perorangan selain menulis.
Begitulah manusia, hatinya mudah berbolak-balik. Ada tekanan internal agar tunduk pada aturan-aturan kelompok menulis. Balasan yang diterima, biasanya lebih berharga daripada hanya terlihat cerdas tetapi menyelisihi kelompok menulis.
[7/27, 16:37] Fulan: بسم الله الرحمن الرحيمAssalamualaikum, perkenalkan nama ana Fulan. Domisili Parung, Bogor. Asal Pamulang, Tangerang Selatan. Taklim ke Ustadz Abu Yahya Mu'adz Hafidzahullah.[7/27, 16:37] Fulan: Afwan pak nggak sengaja masuk ke grup (Masuk lewat tautan). Subhanallah banyak faidah baru yang menarik dan bermanfaat. Untuk sementara mohon izin jadi silent reader dulu pak (senyum). Masih mengamati. Baarokallohu fiikum
Seorang teman, tak sengaja masuk ke grup tersebut. Tentunya tak ada niat ingin belajar menulis, lha wong tak sengaja katanya. Tetapi kelompok menulis yang tentunya isinya orang banyak, telah mengubah niatnya untuk tetap tinggal dalam grup. Sejatinya ia bila tak sengaja, mustinya langsung keluar dari grup. Ternyata tidak.
Pikiran manusia tahu bagaimana menyesuaikan diri dengan orang-orang. Kita digiring untuk ingin sejalan dengan kebanyakan orang lain. Berjalan melawan arus dalam kultur tempat kita berdiam, menuntut usaha yang tidak sedikit menguras tenaga.
Kita mengubah kebiasaan menulis kepada kebiasaan selain menulis, berarti menentang kelompok, dan ini tidak menarik. Sedangkan bila kita mengikuti kebiasaan menulis, berarti menjadi lebih sesuai dengan kelompok menulis, maka perilaku tersebut menjadi menarik.
Mengapa kita meniru kebiasaan menulis orang yang berstatus sosial di atas kita
Manusia dimanapun, tanpa ia mauipun, masyarakat akan menempatkan ia pada status sosial tertentu. Ia akan diakui oleh masyarakatnya sebagai suatu kedudukan karena ilmu dan amalnya.Dan, kitapun akan tertarik meniru-niru perilaku orang dengan status sosial yang kita hargai. Contohnya, kita ingin meniru ustadz-ustadz kita. Itu adalah wajar.
Maka, begitu kita berhasil menyesuaikan diri dalam kelompok menulis, kita akan mulai ingin meningkatkan diri dengan meniru orang yang menonjol dalam menulis di kelompoknya.
Kita berusaha meniru penulis yang terampil atau berhasil, karena kita ingin berhasil juga. Banyak kebiasaan-kebiasaan menulis kita merupakan hasil tiruan dari penulis-penulis yang kita kagumi. Meniru orang yang kita kagumi bukan hal yang aneh.
Orang berderajat tinggi dengan derajat kebaikan karena kebiasaan menulis tentu disenangi oleh Allah Subhana wa ta'ala dan manusia. Status yang demikian, akan memberi pemahaman pada kita, bahwa perilaku kebiasaan menulis adalah kebiasaan yang menarik. Dan, kita akan punya alasan kuat untuk terus melakukan dengan sungguh-sungguh kebiasaan menulis.
***
Posting Komentar untuk "#13 Bergabung dengan Kelompok Komunitas Menulis"