Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

#05 Pengenalan Eksposisi



Putuskan Saja!

         Pacaran sudah bukan hal baru lagi di kalangan remaja.Bahkan pacaran sudah dikenal sejak zaman bahuela. Mungkin, bisa dikatakan rata-rata remaja sekarang sudah atau sedang melakukannya. Namun, banyaknya orang yang melakukan tentu tak berarti sah dan tidak masalah.

          "Kenapa kamu pacaran?" pertanyaan ini kritis namun tak banyak yang memedulikan. Mungkin Remaja berpacaran sudah menjadi tren dan kebiasaan; lebih parah lagi anggapan bahwa pacaran adalah pelengkap identitas diri, tidak berpacaran sama saja remaja tanpa identitas.
pertanyaan ini pun kini sudah dianggap 'ndeso' alias kampungan.

         Jika ditelisik, ada macam-macam jawabannya; mencari pasangan yang ideal, sebagai motivasi penambah semangat, ada juga yang demi menguji cinta sejati, bahkan ada yang berniat jahat.

          Namun, bukan remaja cerdas jika kamu menilai perbuatan hanya dari segi alasan. Pola pikir kritis dan panjang-pandang tidak boleh absen dari kepala seorang remaja saat menilai suatu fenomena yang sedang terjadi di depan matanya.

Mencari Pasangan Ideal

         Sebagian besar berpacaran untuk mencari tipe yang tepat dan ideal sebagai pasangan hidupnya.
Dengan berpacaran, terjadilah perkenalan clan kedekatan dengan calon pasangan yang dipandang ideal atau sesuai dengan tipe idaman. Harapannya, jika cocok maka berlanjut ke tahap lanjutan yang lebih serius.

          Pasangan ideal memang menjadi angan yang membayangi pikiran kita; pasangan berwajah
indah, bersenyum menawan, rendah hati, dan tidak sombong, suka menabung. Atau setidaknya pasangan yang sesuai dengan tipe yang terencana di kepala, meski tak mesti ideal. Kenyataannya mencari yang ideal atau serasi di dunia nyata laksana mencari jarum kecil di tumpukan jerami. Nyaris tidak ada!

          Serasi di satu sisi, tidak cocok di sisi yang lain. Ideal pada pandangan pertama, namun lama-lama terlihat juga kekurangan-kekurangannya.

          Akhirnya, karena pacaran tak memiliki hubungan yang mengikat, gonta-ganti pasangan pun mudah saja dilakukan jika dirasa tidak ada kecocokan di tengah jalan. Mantan(baca:korban) pun bertebaran. Padahal hubungan sudah sangat dekat bahkan ada yang kelewatan na'udzubillah.

          Efek sampingnya, gonta-ganti pasangan menjadi kebiasaan hingga pun ia berkeluarga; jika ada sedikit saja persoalan, tuntutan cerai dilayangkan dengan mudah tanpa beban.

          Gaya hidup kawin-cerai sudah tak jarang lagi, dunia selebriti dan 'tokoh' televisi sebagai contoh nyatanya. Gaya hidup kawin-cerai itu merupakan salah satu efek kepanjangan dari hobi gonta-ganti pacar yang sudah menjadi tren kehidupan mereka, na'udzubillah. Disamping juga menjadi pemicu utama perselingkuhan yang tak kalah marak dalam dunia keluarga mereka.

Motivasi Hidup

          "Biar hidup makin berwarna", katanya. Motivasi hidup menjadi alasan sebagian yang memutuskan untuk berpacaran. Biasanya, motivasi ini menjadi alasan remaja yang sedang duduk di bangku pendidikan; dari formal hingga non-formal (baca: pondokan).

          Saat si dia meraih peringkat yang tinggi, semangat mengejar pun bertambah agar tidak kalah. Saat si dia terlihat semakin dewasa, pun berusaha dewasa agar bisa sama. Sampai pun terkait dengan ibadah; saat dia bisa berangkat umrah-contohnya-, timbullah keinginan untuk umrah juga.

          Motivasi hidupnya pun digantungkan kepada faktor eksternal di luar dirinya. Semua tergantung si dia; semangat, kerja keras, rajin belajar, hingga pun beribadah.

          Kondisi demikian jelas berpengaruh kuat terhadap kebersihan niat dan arah perbuatan. Lebih fatal lagi jika sudah menyangkut urusan ibadah yang tidak boleh melewatkan keikhlasan. Bisa-bisa terjerumus dalam kesyirikan.

          Belum lagi jika terjadi hal-hal di luar perkiraan; putus atau si dia menerima lamaran orang lain. Motivasi pun turut hilang meninggalkan jiwa yang hampa dan hancur tak
mampu berdiri lagi. Hidup pun berasa hambar dan tak ada semangat untuk melanjutkannya.

          Menghadapi kondisi seperti ini tak mudah bagi remaja yang belum stabil dalam berpikir dan mengelola emosi. Alhasil, tak sedikit yang mengakhiri semuanya dengan bunuh diri. "Lebih balk mati daripada hidup sengsara kehilangan cinta", katanya.

Menguji Cinta Sejati

         Alasan lain yang membuat seseorang berpacaran adalah menguji cinta sejati demi mempertahankan rumah tangga di kemudian hari. Namun, alasan ini juga tidak mendasar; karena nyatanya hidup berumah tangga tak cukup hanya bermodal cinta -seperti yang diumbar di layar-layar kaca-. Hidup berumah tangga membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan kekuatan menghadapi berbagai persoalan.

          Tidak melulu cinta yang bisa mempertahankan kelanggengan sebuah keluarga. Cinta bisa bertambah, namun juga bisa berkurang karena terkikis dengan ujian yang menerpa. Komitmen bersama untuk membangun hidup berkeluarga adalah kunci utamanya; sama-sama menyadari kekurangan dan bersama memperbaiki demi keutuhan hidup berkeluarga.

         Tak sedikit yang telah lama berpacaran dengan penuh cinta dan keyakinan, lalu akhirnya keduanya menikah karena sudah menemukan cinta sejati. Namun, saat badai menerpa rumah tangga mereka, 'cinta sejati' yang mereka tempa dan uji bertahun-tahun kandas seketika. Karena tak ada kesabaran dan tekad untuk berbenah diri. Perceraian pun tak bisa dihindari.

Menikah Lebih Baik

           Sebaliknya, justru banyak mereka yang menjalin tali pernikahan dengan cara syari; tanpa pacaran, tanpa berduaan, tanpa malming-an. Hanya bermodal informasi rinci tentang ciri dan sifatnya. Calon pasangan mereka adalah orang baru yang mungkin belum lama ia kenal melalui perantara. Wajahnya pun baru saja ia tatap -dengan halal- lewat nadzhar sebelum lamaran.

           Barangkali belum ada cinta yang kuat atau 'cinta sejati', namun komitmen untuk membangun keluarga di atas syariat agama membantu mereka untuk bersabar dan bertahan saat ujian datang. Bersamaan dengan berjalannya waktu, cinta pun lahir di antara mereka dengan wujud sucinya bukan cinta karena nafsu, bukan cinta karena harta, bukan cinta karena terpaksa, namun cinta yang bersih karena Allah.

          "Tujuh orang yang Allah naungi mereka di hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya,... dan dua orang yang saling mencintai karena Allah, mereka bersatu karena-Nya dan berpisah (juga) karena-Nya. " [H,R. Bukhari dan Muslim]

          Itulah cinta sejati yang abadi. Cinta yang hingga kapanpun tetap ada bahkan maut pun tak bisa memisahkannya. Bukan cinta bermodal suka dengan fisik cantik/ganteng belaka yang akan hilang saat keriput dan uban penuhi kepala. Bukan pula cinta bermodal daya tarik dompet tebal yang akan sirna saat kemiskinan menyerang. Bukan juga cinta yang tumbuh karena kepentingan dunia yang akan menjadi permusuhan di hari kiamat kelak.

          "Para kekasih pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." [Terjemah Q.S. AzZukhruf:67]

           Sobat, jika demikian suci dan mulianya cinta karena Allah, tentu menjaga diri dan kehormatan jauh lebih baik daripada memilih untuk hidup berpacaran. Jodoh dan rezekimu sudah ditetapkan, pacaran tidak akan membuatmu mendapatkan hidup bahagia sebagaimana tidak pacaran pun tak akan melewatkanmu dari hidup tentram penuh cinta.

          Karena semua sudah ditulis lengkap dalam lembaran takdir. Tinggal masalahnya, manakah jalan yang kamu pilih untuk mendapatkannya; jalan halal atau haram, baik ataukah jelek.

         "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejelekan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula." [Terjemah Q.S. Az Zalzalah:7-8]
(Ustadz Fauzi Nur)

Sumber: Tashfiyah EDISI 78 VOL.07 1439H-2018H

Analisis

        Yuk, kita coba analisis dulu model tulisan di atas. Model kita “Putuskan Saja!” ini jelas benar-benar mengikuti aturan sebuah Eksposisi. Di situ ada bagian Tesis, ada 3 alasan, ada kesimpulan dan  saran-saran.

           Perhatikan bagian tesis berikut ini :

         Pacaran sudah bukan hal baru lagi di kalangan remaja.Bahkan pacaran sudah dikenal sejak zaman bahuela. Mungkin, bisa dikatakan rata-rata remaja sekarang sudah atau sedang melakukannya. Namun, banyaknya orang yang melakukan tentu tak berarti sah dan tidak masalah.
          "Kenapa kamu pacaran?" pertanyaan ini kritis namun tak banyak yang memedulikan. Mungkin Remaja berpacaran sudah menjadi tren dan kebiasaan; lebih parah lagi anggapan bahwa pacaran adalah pelengkap identitas diri, tidak berpacaran sama saja remaja tanpa identitas. Pertanyaan ini pun kini sudah dianggap 'ndeso' alias kampungan.
         Jika ditelisik, ada macam-macam jawabannya; mencari pasangan yang ideal, sebagai motivasi penambah semangat, ada juga yang demi menguji cinta sejati, bahkan ada yang berniat jahat.
          Namun, bukan remaja cerdas jika kamu menilai perbuatan hanya dari segi alasan. Pola pikir kritis dan panjang-pandang tidak boleh absen dari kepala seorang remaja saat menilai suatu fenomena yang sedang terjadi di depan matanya.

 

Tesis

          Jika kita simak seluruh tulisan di atas, dan kita perhatikan judulnya : “Putuskan Saja!”, dapatlah kita dapat menangkap dengan mudah maksud penulis menulis wacana ini. Tapi, 'maksud' tersebut ada juga kita temukan dalam paragraf  tesis. Dan, seperti kita telah ketahui di bab sebelumnya bahwa dalam Eksposisi musti adanya Tesis, Maka, apa tesis tulisan di atas ?

          Tesis eksposisi di atas adalah tercantum dalam suatu kalimat pada bagian pertama tulisan, pada paragraf kedua yaitu: "Remaja berpacaran sudah menjadi tren dan kebiasaan; lebih parah lagi anggapan bahwa pacaran adalah pelengkap identitas diri, tidak berpacaran sama saja remaja tanpa identitas.".

          Sedangkan tesis lainnya adalah: "akibat buruk pacaran" tersebar dalam paragraf-paragraf yang lainnya baik secara tersirat maupun tersurat berupa penggalan-penggalan kalimat.

         Itulah inti seluruh isi eksposisi itu. Itulah yang ingin disampaikan penulis, dan itulah yang akan dibuktikan kebenarannya dengan alasan-alasan atau argumentasi-argumentasi pada bagian-bagian berikutnya berupa beberapa paragraf.

          Jika itu tesisnya, mengapa paragraf itu tidak berisi penggal kalimat itu saja. Apa gunanya paragraf-paragraf yang lain?

         Pacaran sudah bukan hal baru lagi di kalangan remaja.Bahkan pacaran sudah dikenal sejak zaman bahuela. Mungkin, bisa dikatakan rata-rata remaja sekarang sudah atau sedang melakukannya. Namun, banyaknya orang yang melakukan tentu tak berarti sah dan tidak masalah.

         Paragraf pertama, yang sebelum ungkapan tesis merupakan sebuah pengantar singkat, yang biasa disebut Intro. Ini juga penting, karena tidaklah enak terdengar bila kita tiba-tiba saja memulai tulisan kita dengan, “Remaja berpacaran sudah menjadi tren dan kebiasaan; lebih parah lagi anggapan bahwa pacaran adalah pelengkap identitas diri, tidak berpacaran sama saja remaja tanpa identitas.". Jadi rasanya  memang butuh ada semacam intro singkat untuk mempersiapkan pembaca, mengenai apa kira-kira isi tulisan tersebut.

Lanjaran

         Kemudian coba perhatikan pula paragraf yang muncul setelah paragraf tesis, disitu ada 3 kalimat yang dicetak tebal :  “... (1)mencari pasangan yang ideal, (2)sebagai motivasi penambah semangat, (3)ada juga yang demi menguji cinta sejati, ...”

        Jika kita baca seluruh tulisan itu, maka akan jelas bagi kita bahwa 3 hal tersebut mewakili ketiga alasan atau argumentasi yang akan dipakai untuk membuktikan tesis. Inilah yang disebut dengan istilah : Lanjaran.

         Lanjaran adalah sebuah perkataan bahasa Jawa yang yang biasa dipakai dalam dunia pertanian. Jika petani menanam tanaman yang merambat seperti kacang panjang, ketimun, gambas, dan sebagainya butuh suatu patok panjang yang ditancapkan, seperti sebilah bambu di dekat tanaman itu untuk tempat merambatnya tanaman. Sebilah bambu itulah dinamakan lanjaran. Tanaman itu merambat pada lanjaran tersebut sehingga tidak merambat kemana-mana kecuali melalui lanjaran tersebut.

          Analogi dunia perladangan ini sangat tepat untuk teknik penulisan : berilah lanjaran agar tulisan kita tidak ngelantur kemana-mana.

         Pada bagian pertama contoh tulisan eksposisi di atas penulis telah memberi lanjaran pada paragraf ketiga, yaitu pada kalimat :  “Jika ditelisik, ada macam-macam jawabannya; mencari pasangan yang ideal, sebagai motivasi penambah semangat, ada juga yang demi menguji cinta sejati, bahkan ada yang berniat jahat.”

          Lanjaran-lanjaran tersebut akan dijelaskan lebih rinci pada bagian-bagian berikutnya sebagai Argumentasi-argumentasi, Pembuktian-pembuktian atau Alasan-alasan yang mendukung Tesis. Perincian lanjaran-lanjaran tersebut terkadang kita bisa sebut dengan Kelas-kelas.

Kelas-kelas

         Tesis itu adalah inti dari keseluruhan eksposisi itu. Maksudnya, seluruh wacana eksposisi itu harus sejalan dan mendukung tesis. 'Mendukung' arti kata lainnya adalah "membuktikan kebenaran tesis". Sehingga dapat kita uraikan di sini adalah, sebuah eksposisi terdiri dari "sebuah tesis, yang diikuti uraian yang membuktikan bahwa tesis itu benar".

          Maka, jika kita kembali ke contoh di atas, mengenai "remaja berpacaran sudah menjadi tren dan kebiasaan; lebih parah lagi anggapan bahwa pacaran adalah pelengkap identitas diri, tidak berpacaran sama saja remaja tanpa identitas", dan "akibat buruk pacaran" maka, seluruh tulisan haruslah 'mendukung' dan 'membuktikan' tesis tersebut benar.

          Maka kita telah lihat adanya pembuktian sesuai urutan-urutan lanjaran pada bagian tesis, yaitu ada :
  1. bagian atau paragraf yang menerangkan akibat buruk berpacaran dengan alasan mencari pasangan ideal, kemudian
  2. dan, bagian atau paragraf yang menjelaskan akibat buruk berpacaran dengan alasan motivasi hidup , dan
  3. juga, bagian atau paragraf yang mengungkapkan akibat buruk berpacaran dengan alasan menguji cinta sejati.

          Sekarang kita lihat lanjaran pertama, mencari pasangan hidup. Apa yang ingin dikatakan oleh penulis pada lanjaran tersebut? Kalau kita kaitkan dengan judul, mengapa dari mencari pasangan hidup pada proses berpacaran itu, justru disuruh untuk diputuskan saja hubungan tersebut? Penulis telah memberi pembuktian, atau argumentasi bahwa apa yang ia katakan pada judul dan pada paragraf tesis adalah benar semata. Penulis sekurang-kurangnya memerlukan satu paragraf untuk itu. Dan ternyata penulis membutuhkan sampai enam paragraf, dikarenakan butuhnya pembuktian yang cukup panjang sebagai penguat-penguat argumentasinya.

          Uraian-uraian yang mendukung dan membuktikan kebenaran tesis inilah yang disebut Kelas-kelas. 

         Dengan sendirinya, pembuktian mengenai mencari pasangan hidup ini menjadi kelas pertama yang berisi enam paragraf. Kelas pertama inipun diberi judul kecil “Mencari Pasangan Ideal” untuk mempertegas batas pembuktian sesuai urutan-urutan lanjaran.

          Setelah itu, pada bagian berikutnya penulis mulai memberi argumentasinya untuk lanjaran kedua. Dan ini menjadi kelas kedua. Sesudah beres lanjaran kedua ini, penulis lanjutkan pada pembelaannya untuk kelas ketiga, dan selanjutnya sampai semua lanjaran - jika masih  ada - telah dibuktikan penulis kebenarannya.

        Maka, setiap kelas berisi pembuktian dan argumen untuk mendukung tesis. Sehingga dalam eksposisi terkadang ada tiga kelas, empat kelas, lima kelas dan seterusnya yang semua bisa tersebar dalam beberapa paragraf sesuai kebutuhan.

Kesimpulan

         Sesudah kelas-kelas, sebelum kita mengakhiri  eksposisi, haruslah kita simpulkan kembali apa-apa yang kita katakan dalam tesis atau dengan kata lain seolah-olah kita berkata, "Nah, benar khan apa yang saya katakan di dalam tesis tadi ?". Dan, itulah yang dinamakan Kesimpulan. Dan, setelah kita tulis kesimpulannya, selesailah eksposisi kita.

         Ada hal yang penting dalam membuat kesimpulan, dimana perlu kita perhatikan, bahwa kesimpulan harus sejalan, dan bahkan memperkuat tesis. Sehingga ada juga yang berkata bahwa, "sebenarnya kesimpulan itu adalah tesis dengan perkataan lain" sehingga tidak membosankan pula.

          Dalam contoh eksposisi di atas mengenai akibat buruk pacaran, kesimpulan terdapat pada paragraf akhir-akhir yang berbunyi, "Sobat, jika demikian suci dan mulianya cinta karena Allah, tentu menjaga diri dan kehormatan jauh lebih baik daripada memilih untuk hidup berpacaran. Jodoh dan rezekimu sudah ditetapkan, pacaran tidak akan membuatmu mendapatkan hidup bahagia sebagaimana tidak pacaran pun tak akan melewatkanmu dari hidup tentram penuh cinta."

         Keharusan 'ekor mengait awal' mutlak perlu dalam suatu eksposisi. Tanpa itu, jika akhir tidak mengait awal atau kesimpulan tidak mendukung tesis, maka dapat kita katakan eksposisi tersebut tidak jelas arahnya.

Saran-saran

           Terkadang, setelah kesimpulan kita masih ingin menyampaikan saran-saran. Seakan-akan kita berkata, "Karena sudah saya buktikan apa yang saya maksudkan, maka saya akan menyampaikan bagaimana baiknya."

          Saran-saran itu biasanya ditambahkan saja setelah kesimpulan, bisa dalam paragraf yang sama atau dalam paragraf terpisah bila saran-sarannya cukup banyak.

          Hanya saja pada contoh eksposisi di atas, saran-saran ada pada paragraf sebelum paragraf Kesimpulan dimulai dengan kalimat, "Sebaliknya, justru banyak mereka yang menjalin tali pernikahan dengan cara syari..." dan seterusnya.

Kerangka (ragangan) atau Outline

          Jika kita gambarkan kerangka (ragangan) atau kadang disebut juga outline eksposisi kita, bisa seperti ini :

A. Bagian Tesis
   1. Intro
   2. Tesis
   3. Lanjaran-lanjaran

B. Bagian Kelas-kelas
   1. Kelas I (pembuktian/alasan/argumentasi pertama)
   2. Kelas II (pembuktian/alasan/argumentasi kedua)
   3. Kelas III (pembuktian/alasan/argumentasi ketiga)

C. Bagian Kesimpulan
   1. Kesimpulan
   2. Saran-saran.

          Setiap kelas sekurang-kurangnya haruslah terungkap dalam satu bagian atau paragraf terpisah. Tesis pun demikian, biasa tertulis dalam sebuah paragraf tersendiri, dan biasa terletak pada awal eksposisi. Lalu, dengan sendirinya pula bahwa kesimpulan juga terungkap dalam paragraf tersendiri, dan biasa berada di akhir eksposisi.

        Maka dapat dikatakan bahwa sebuah eksposisi akan terdiri sekurang-kurangnya tiga Bagian yaitu Bagian Tesis yang berisi paragraf-paragraf Intro, Tesis dan Lanjaran-lanjaran, Bagian Kelas-kelas yang berisi Paragraf Pembuktian/Alasan/Argumentasi, dan Bagian Kesimpulan yang berisi Paragraf Kesimpulan dan Saran-saran.

         Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah tulisan eksposisi tersebut kita tempatkan dalam suatu tabel sesuai kerangka /ragangannya agar memperjelas dan tergambar bagian-bagiannya:

 Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!
  1. Coba kalian tulis kembali Ragangan/Kerangka/Outline Eksposisi “Putuskan Saja!” di atas! Sertakan suatu kalimat utama sebagai poin pada setiap bagian kerangkanya.
  2. Jelaskan masing-masing istilah berikut terkait Eksposisi secara gamblang!
− Tesis
− Intro
− Lanjaran
− Kelas (pembuktian/alasan/argumentasi)
− Kesimpulan
− Saran-saran
www.sketsarumah.com
www.sketsarumah.com Sederhana itu Lebih - Less is More. Desain bukanlah menambah-nambah biar berfungsi, tetapi desain adalah menyederhanakan agar berdaya guna.

Posting Komentar untuk "#05 Pengenalan Eksposisi"

Menjadi Penulis Terampil
Hanya dari kebiasaan menulis sederhana
Motivasi Menulis

Gimana nih! memulai menulis

Motivasi Menulis
Kejutan dulu,
lalu Keteraturan

Bahasa Indonesia
Belajar
tentang Kalimat

Motivasi Menulis

Merekam objek ide tulisan

Bahasa Indonesia
Belajar
Menulis Artikel

Bahasa Indonesia
Belajar
tentang Kata

Motivasi Menulis
Agar Menulis
tidak Lumpuh

Bahasa Indonesia
Belajar
Gaya Bahasa

menulis.sketsarumah.com
Seputar #sejarahislam #biografi #salafushshalih #caramenulis #deskripsi , #eksposisi , #artikel , #essay , #feature , #ceritanyata , #cerpen nonfiksi , #novel nonfiksi , #kisah inspiratif , #biografi inspiratif di studio www.sketsarumah.com.

Ikuti yuk!
Telegram: t.me/menulissketsarumah_com
Twitter: twitter.com/menulisketsarmh

Simpan yuk!
WhatsApp: wa.me/+6285100138746 dengan nama: www.sketsarumah.com