#01 Mengapa harus Kisah nyata (nonfiksi), bukan fiksi?
Kisah dalam hal ini adalah cerita yang didasarkan urut-urutan suatu rangkaian kejadian atau peristiwa yang di dalamnya ada tokoh (beberapa tokoh) yang mengalami suatu 'konflik' atau 'tikaian'.
Kisah bisa berisi 'fakta', bisa pula 'fiksi' atau rekaan yang direka-reka atau dikhayalkan oleh pengarang saja. Yang berisi fakta adalah Kisah nyata, biografi (riwayat hidup seseorang), autobiografi (riwayat hidup seseorang yang ditulisnya sendiri), kisah-kisah sejati seperti "Pengalaman yang tak terlupakan", dan yang lainnya.
Agaknya yang banyak diminati oleh khalayak adalah yang fiksi atau rekaan, akan tetapi kita sebagai Muslim yang menjunjung tinggi kejujuran dan merendahkan kedustaan tidak selayaknya membuat fiksi yang hakekatnya berisi kebohongan dan kedustaan. Kisah nyata sangat banyak bertebaran dalam kehidupan, tidak kalah menariknya dibanding dengan fiksi-fiksi yang hanya khayalan-khayalan para pendusta.
Maka dari itu, kisah yang kita buat haruslah benar-benar terjadi, baik dialami oleh orang lain maupun penulis sendiri. Untuk menulis kisah yang pernah dialami orang lain butuh pendataan yang valid, wawancara terhadap pelaku atau tokoh-tokoh dalam kisah tersebut, lalu survey lokasi sebagai latar dalam kisah. Survey lokasi perlu dilakukan agar penulis bisa menghayati suasana kejadian dan menuangkan dalam bentuk tulisan tanpa adanya unsur kedustaan. Untuk melakukan hal tersebut dalam keadaan kita baru belajar menulis, adalah sangat sulit. Maka dari itu, untuk mudahnya kita dalam belajar berkisah hendaknya menulis kejadian-kejadian yang penulis alami sendiri dulu saja.
Demikian, jelas sudah mengapa jika kita ingin menulis kisah, tidak lain tidak bukan haruslah kisah nyata atau dalam bahasa asing terkenal dengan istilah true story.
Boleh sepakat, boleh tidak kok.
Posting Komentar untuk "#01 Mengapa harus Kisah nyata (nonfiksi), bukan fiksi?"