Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Ngabbas, sederhana kaya hati

            Hari ini hari Ahad. Pagi yang cerah. 
            Ngabbas sedang mencangkul di tepi jalan lingkungan perumahan. Wajahnya berkeringat. Aku menghampirinya.
            "Bersihin saluran?" tanyaku kepadanya.
            "Iya, ya kalau tidak dirawat saluran akan penuh tanah. Supaya lancar juga sih..., mumpung libur," jawab Ngabbas sambil menyeka keringat di wajahnya.
            "Saya mohon maaf tidak bisa ikut bantu, lagi banyak kerjaan," aku menyampaikan 'udzur'ku.
            "O iya gak pa pa kok ...," jawab Ngabbas sambil tersenyum.
            Ngabbas membersihkan saluran air lingkungan perumahan kami adalah melakukannya dengan spontanitas keinginannya. Tanpa dibantu siapapun. Tak ada kerja bakti bersama. Dia mau mengorbankan sedikit waktu liburnya untuk memperhatikan keadaan lingkungannya. Tanpa ada yang memerintah. Inisiatif sendiri.
            Itulah Ngabbas, salah satu tetangga kami yang hidup penuh kesederhanaan. Setiap hari ia berangkat kerja di suatu perusahaan perdagangan di tengah kota. Di tengah kesibukan kerjanya, Ngabbas masih menyempatkan belajar mengkaji ilmu agama di pondok pesantren dekat lingkungan pemukiman kami.
            Aku teringat ketika aku berkenalan dengannya. Sosok dengan wajah cerah yang aku lihat selalu hadir di setiap kajian agama, baik kajian umum ataupun kajian khusus bahasa Arab.
            Dahulu dia berjualan minuman es untuk mencari nafkah keluarganya. Pada kesempatan pertama kali kenal, memang aku tidak banyak 'ngobrol' dengannya. Petama kenal, terkesan biasa-biasa saja. Ya, memang begitu terlihat biasa dengan kesederhanaannya. Secara kasat mata, terlihat apa adanya. Tidak ada yang istimewa dari dirinya.
            "Gak semua orang mau semangat kerja bakti, kita lihat saja nanti kelanjutannya," di suatu kesempatan seorang teman melontarkan pengalamannya kepada Ngabbas.
            "Ya gak pa pa, yang demikian jangan 'malah' membuat kita tidak semangat. Justru kalau bisa kita memberi contoh, bahkan kita bantu mereka jika dibutuhkan," kata Ngabbas, mengomentari argumen temannya itu. 
            Subhanallah, pikiran yang sungguh sangat sederhana, tidak neko-neko. Semakin aku mengenal Ngabbas, semakin aku tahu bahwa dibalik kesedehanaannya tersimpan pikiran yang sederhana pula, tidak 'njelimet', tapi mengandung pemikiran yang sangat kaya dan dalam. Dan, justru dengan pikiran yang sederhana itu menghasilkan amal yang besar, yang bermanfaat bagi orang banyak. 
            Aku pun semakin penasaran dengan sosok yang namanya Ngabbas.
            Suatu ketika aku lihat putranya sedang main hujan-hujanan, aku heran apakah ayahnya tidak marah. Putranya main hujan-hujanan dengan riang gembira. Di wajahnya terlihat tanpa beban sama sekali. Bahkan putranya Ngabbas ini, sampai main berenang-renang di saluran air yang agak lebar di samping rumah tetangganya. Lain halnya dengan anak-anak yang lainnya, ketika hujan mereka berdiam diri di dalam rumah mereka. 
            "Anakmu kemaren main hujan-hujanan ya?" ceritaku kepada Ngabbas, seakan menyelidik mengapa putranya dibolehkan main hujan-hujanan.
            "Biarin saja ...." jawab Ngabbas tersenyum.
            "Hiburan buat dia, daripada cari hiburan lain perlu ongkos dan biaya," lanjut Ngabbas, menjelaskan alasan membolehkan putranya main hujan-hujanan.
            Pikiran yang sangat simpel sekali, tidak mempersulit diri dengan umumnya orang dengan pola konsumtif di era perdagangan global. Bahkan menyelesaikan banyak permasalahan yang sebetulnya manusia mencari-cari masalah itu sendiri.
            Suatu pagi, aku sedang berjalan bersama Ngabbas kembali ke rumah dari sholat subuh di masjid. Sesampai di depan rumahku, kami berhenti sejenak dan berbincang-bincang masalah halaman rumahku yang berupa permukaan tanah yang sebagian ditumbuhi rumput-rumput.
            "Pinginnya sebagian diberi batu-batu pondasi yang kecil-kecil sebagai pengerasan, agar mudah dilewati dan parkir kendaraan," usulku sendiri untuk halaman rumahku itu.
            "Iya, bagus itu, 'malah' terlihat alami. Rumah di daerah pinggiran begini ya cocoknya yang alami-alami. Apalagi dengan pemandangan gunung begini. Saya juga heran sama orang-orang pinggiran sini, ada halaman sedikit apa-apa dicor. Orang-orang desa pingin hidup seperti orang kota yang sumpek dan panas, padahal orang kotanya ingin hidup seperti di desa dengan suasana alami," Ngabbas mencurahkan pendapatnya tanpa segan-segan. 
            Subhanallah, Ngabbas tidak pernah  belajar tentang apa itu "Ekologi" dan apa itu "Eko Arsitektur" seperti apa yang telah aku pelajari di bangku kuliah, ternyata dengan pikirannya yang lugas menghasilkan 'omongan ringan' tapi 'berat dicerna'. Para pakar sudah meneliti 'ngalor ngidul' tentang kerusakan lingkungan, tentang tata kota masa depan, tentang bagaimana menanggulangi banjir. Rupanya solusinya, cukup dengan kesederhanaan berpikir.
            Suatu pagi lagi, aku berkunjung ke rumah Ngabbas yang sangat sederhana terbuat dari tiang kayu dan dinding GRC (semacam triplek tahan air). Rumah itu dibangun di atas tanah sewaan, bukan milik Ngabbas sendiri.
        "Assalamu'alaykum..." aku melontarkan salam, sambil melihat Ngabbas yang ternyata di teras rumahnya sedang membuat sesuatu dengan kayu, palu dan paku.
            "Wa alaykumussalam," sambut Ngabbas ramah.
            "Lagi buat apa?"
            "Ini keranjang buat di sepeda motor, ...itu lho rencanaku kemaren,"jawab Ngabbas menjelaskan.
            Memang, Ngabbas pernah bercerita akan keluar dari pekerjaannya. Dia ingin berjualan makanan. Selidik punya selidik, kenapa Ngabbas ingin keluar dari pekerjaannya?
            Ngabbas menjelaskan dengan sangat sederhana, "Gak enak kerja tapi tidak ada kerjaan, orderan dagangan majikanku makin menipis, karena imbas peraturan baru tentang jenis poduk yang di perjualbelikan perusahaan tersebut tidak boleh ditaruh di warung-warung."
            Lagi-lagi dengan kesederhanaan berpikirnya Ngabbas, dia niat keluar dari pekerjaan. Tidak enak hanya makan 'gaji buta'. Tetapi tak ada rasa menyesal kehilangan pekerjaan. 
            "Santai bae," kata dia yang wong Banyumas.
            Rencana dalam berjualan pun dia punya 'omongan', "Jualan tuh, kayak orang dulu. Misal dia sudah tahu sehari laku 100 dagangan, ya sudah dia bawa 100 tiap hari, enggak kurang enggak lebih. Karena dia tahu segitu sudah cukup untuk hidupnya hari itu. Dia tidak berpikir bagaimana usahanya berkembang, atau buka cabang lagi, tidak. Cukup." 
            Aku memuji Allah kembali, ini yang aku pernah pelajari di Eko Arsitektur, bahwa ciri teknologi ramah adalah ekonomi yang bersifat stabil dan kesenangan sebagai motivasi kerja. Sedangkan, teknologi keras atau tidak ramah adalah menginginkan ekonomi bersifat tumbuh dan bermotivasi kerja upah, sehingga menghasilkan inovasi besar-besaran untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Tentu ini mengakibatkan destruktif (kerusakan) dimana-mana bagi makhluk lainnya.
             Ada benarnya kata orang, "Small is Beautiful". Kecil (sederhana) itu indah. Ra sah neko-neko kata wong Jowo. Tidak usah macam-macam.
            "Tapi jangan bilang-bilang siapa-siapa dulu ya... kalau saya mau keluar dari kerjaan," masih kuingat pesan Ngabbas sambil tersenyum polos.

***

Ngabbas adalah nama samaran untuk menjaga 'privacy' tokoh-tokoh dalam tulisan. Dialog-dialog yang tertulis adalah kurang lebih begitu yang diingat oleh penulis.

            Artikel di atas, kalau kita lihat sepintas adalah Artikel dalam bentuk Artikel Profil, akan tetapi jika kita lihat isinya adalah seperti 'menyingkap' sesuatu. Sehingga dari isi atau tesisnya bisa digolongkan Artikel Eksposisi. Dari sisi lain, bisa juga dia sebagai Satir, yakni 'menyindir' orang yang 'rakus' akan dunia dan sok 'jaim' (jaga image) atau inginkan status sosial.

            Nah, memang tidak jarang kita menemukan Artikel yang dapat dimasukkan ke dalam 2 golongan, kadang-kadang 3, bahkan lebih. Sehingga, penggolongan ini tidak 'saklek' atau mutlak adanya. Yang paling penting adalah, kita mencoba menulisnya kembali menurut model tulisan tersebut dengan tema yang lain.
www.sketsarumah.com
www.sketsarumah.com Mendesain kebiasaan BELAJAR ilmu syar'i dengan MENULISkannya, diretas bersama teman setia kopi di studio sketsarumah.com.

3 komentar untuk "Ngabbas, sederhana kaya hati"

Menjadi Penulis Terampil
Hanya dari kebiasaan menulis sederhana
Motivasi Menulis

Gimana nih! memulai menulis

Motivasi Menulis
Kejutan dulu,
lalu Keteraturan

Bahasa Indonesia
Belajar
tentang Kalimat

Motivasi Menulis

Merekam objek ide tulisan

Bahasa Indonesia
Belajar
Menulis Artikel

Bahasa Indonesia
Belajar
tentang Kata

Motivasi Menulis
Agar Menulis
tidak Lumpuh

Bahasa Indonesia
Belajar
Gaya Bahasa

menulis.sketsarumah.com
Seputar #sejarahislam #biografi #salafushshalih #caramenulis #deskripsi , #eksposisi , #artikel , #essay , #feature , #ceritanyata , #cerpen nonfiksi , #novel nonfiksi , #kisah inspiratif , #biografi inspiratif di studio www.sketsarumah.com.

Ikuti yuk!
Telegram: t.me/menulissketsarumah_com
Twitter: twitter.com/menulisketsarmh

Simpan yuk!
WhatsApp: wa.me/+6285100138746 dengan nama: www.sketsarumah.com