#03 Kalimat
2. Kalimat
Karena penelitian sintaksis dalam bentuk kecilnya adalah penelitian atas sebuah kalimat, maka pertama-tama kita harus memberi batasan pengertian tentang kalimat.Boleh dikatakan semua Tatabahasa lama memberi batasan kalimat dengan kata-kata yang hampir senada. Yang menjadi syarat bagi suatu kalimat adalah kesempurnaan dalam tanggapan yang harus dinyatakan dalam kelengkapan bentuk.
Sebab itu pengertian sempurna dan lengkap dalam pengertian mereka mungkin lain isinya, daripada kesempurnaan dan kelengkapan yang dipakai dalam penelaahan ini. Kesempurnaan dan kelengkapan yang dipakai disini adalah kelengkapan dan kesempurnaan sistem linguistik, bukan kesempurnaan dan kelengkapan falsafah.
2.1. Batasan Kalimat Tatabahasa Tradisional
Banyak ahli Tatabahasa lama yang mencontoh Tatabahasa-tatabahasa Barat membatasi kalimat sebagai berikut: Kalimat ialah satuan kumpulan kata yang terkecil yang mengandung pikiran yang lengkap. Kesempurnaan bagi mereka merupakan keharmonisan antara bentuk dan tanggapan. Kalau tanggapan atau ide jauh lebih luas daripada bentuk, maka katanya itu bukan kalimat yang sempurna. Lengkap atau sempurna bagi mereka adalah hasil kesejajaran antara bentuk dan ide. Dengan demikian kalimat tak sempurna bagi mereka adalah bila ide lebih luas daripada bentuk, atau bentuk tidak sesuai dengan pola. Dan pola untuk menetapkan sempurna tidaknya sebuah kalimat adalah:Subjek – Predikat – Objek
Bila pola ini tidak lengkap mereka menandaskan bahwa ada konsep yang dihilangkan. Penghilangan konsep itu disebutnya: elips. Antara kalimat tak sempurna dan elips terdapat hubungan kausal. Dan sebenarnya demikian, kedua istilah itu, kalimat tak sempurna dan elips, dalam Tatabahasa-tatabahasa lama selalu dipakai bahu-membahu, mendukung cara kerja dan cara berpikir mereka untuk menggarap masalah bahasa.
Dalam kenyataan sehari-hari orang-orang akan menerima bentuk-bentuk di bawah ini sebagai kalimat yang sempurna, sebagai bentuk yang sepenuhnya mendukung konsep yang hendak disampaikan:
mari!
pergi!
tidak!
aduh!
Ahli Tatabahasa lama berkeberatan karena ide yang terkandung dalam bentuk-bentuk itu terlalu banyak. Bagi mereka bentuk / mari! / mengandung ide:
kamu, mari, ke mari, atau
datanglah, kedekat saya.
Sedangkan bentuk / pergi! /, mengandung ide:
pergilah engkau dari sini, atau
engkau harus pergi dari sampingku.
Bagi para penulis Tatabahasa lama, pemikiran secara falsafah inilah memberikan dasar yang cukup kuat untuk menggolongkan bentuk-bentuk bahasa seperti di atas sebagai kalimat tak sempurna. Kesempurnaan sebuah kalimat harus sekurang-kurangnya dinyatakan dengan dua konsep yaitu Subjek – Predikat dan boleh diperlengkapi dengan Objek. Bagi mereka dwirangkai ini adalah pola kanonik sebuah kalimat. Pelanggaran atas pola ini menjadi sebab tidak sempurnanya sebuah kalimat.
Keberatan lain dapat diajukan terhadap batasan ‘klasik’ di atas yakni mengenai, ‘satuan kumpulan kata yang terkecil yang mengandung pikiran yang lengkap’.
Kita ingin bertanya apakah satuan-satuan kata di bawah ini juga disebut kalimat?
rumah batu
panjang tangan
sakit hati
kereta api cepat
Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa
Semua contoh di atas memperlihatkan dengan jelas bahwa semuanya adalah satuan kumpulan kata-kata, dan bukan satuan yang hampa, tetapi satuan yang mengandung pengertian yang lengkap. Tetapi siapa berani mengatakan bahwa itu adalah kalimat? Tak seorangpun akan menyangkal bahwa itu adalah kelompok kata atau frasa, bukan kalimat.
Jadi apa sebenarnya kekurangan dari batasan di atas?
Kekurangan yang menyolok dari batasan tradisional itu ialah sama sekali mengabaikan struktur suprasegmentalnya. Jadi pada prinsipnya mudah saja memperbaiki batasan tradisional tadi dengan memasukkan segi suprasegmentalnya, serta pengertian sempurna atau tidak sempurna harus diberi isi baru.
Dalam kenyataan sehari-hari orang-orang akan menerima bentuk-bentuk di bawah ini sebagai kalimat yang sempurna, sebagai bentuk yang sepenuhnya mendukung konsep yang hendak disampaikan:
mari!
pergi!
tidak!
aduh!
Ahli Tatabahasa lama berkeberatan karena ide yang terkandung dalam bentuk-bentuk itu terlalu banyak. Bagi mereka bentuk / mari! / mengandung ide:
kamu, mari, ke mari, atau
datanglah, kedekat saya.
Sedangkan bentuk / pergi! /, mengandung ide:
pergilah engkau dari sini, atau
engkau harus pergi dari sampingku.
Bagi para penulis Tatabahasa lama, pemikiran secara falsafah inilah memberikan dasar yang cukup kuat untuk menggolongkan bentuk-bentuk bahasa seperti di atas sebagai kalimat tak sempurna. Kesempurnaan sebuah kalimat harus sekurang-kurangnya dinyatakan dengan dua konsep yaitu Subjek – Predikat dan boleh diperlengkapi dengan Objek. Bagi mereka dwirangkai ini adalah pola kanonik sebuah kalimat. Pelanggaran atas pola ini menjadi sebab tidak sempurnanya sebuah kalimat.
Keberatan lain dapat diajukan terhadap batasan ‘klasik’ di atas yakni mengenai, ‘satuan kumpulan kata yang terkecil yang mengandung pikiran yang lengkap’.
Kita ingin bertanya apakah satuan-satuan kata di bawah ini juga disebut kalimat?
rumah batu
panjang tangan
sakit hati
kereta api cepat
Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa
Semua contoh di atas memperlihatkan dengan jelas bahwa semuanya adalah satuan kumpulan kata-kata, dan bukan satuan yang hampa, tetapi satuan yang mengandung pengertian yang lengkap. Tetapi siapa berani mengatakan bahwa itu adalah kalimat? Tak seorangpun akan menyangkal bahwa itu adalah kelompok kata atau frasa, bukan kalimat.
Jadi apa sebenarnya kekurangan dari batasan di atas?
Kekurangan yang menyolok dari batasan tradisional itu ialah sama sekali mengabaikan struktur suprasegmentalnya. Jadi pada prinsipnya mudah saja memperbaiki batasan tradisional tadi dengan memasukkan segi suprasegmentalnya, serta pengertian sempurna atau tidak sempurna harus diberi isi baru.
2.2. Batasan Kalimat
Berdasarkan penjelasan terakhir ini dapatlah kita rumuskan batasan kalimat sebagai berikut:Satu bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap.
Inilah batasan tentang kalimat. Kelengkapan ujaran itu tentu dengan sendirinya membawa kelengkapan makna. Pembatasan bidang tutur antara kesenyapan dengan kesenyapan penting sekali, karena secara formal itulah merupakan batas-batas yang dengan tegas dapat kita tangkap dalam suatu arus ujaran. Ujaran yang diamanatkan, direalisasi sebagai suatu kontinuum, sebagai suatu arus yang terus-menerus mengalir, dengan diselang-selingi oleh kesenyapan-kesenyapan. Seandainya tidak timbul kesenyapan-kesenyapan itu, maka sangatlah sulit untuk memahami dan menganalisa amanat seseorang.
Kesenyapan di sini lebih luas artinya daripada perhentian. Perhentian berarti proses yang tengah berlangsung dihentikan. Tetapi sebelum suatu proses berlangsung kita juga berada dalam keadaan diam, tetapi bukan berhenti. Sebab itu di sini dipergunakan istilah kesenyapan yang mencakup semuanya: kesenyapan awal (sebelum proses berlangsung), kesenyapan antara (= perhentian antara) dan kesenyapan akhir (perhentian akhir).
Tutur seseorang, atau lebih sempit lagi, kalimat yang diungkapkan oleh seseorang dengan sendirinya mencakup beberapa segi:
- Bentuk ekspresi (= unsur-unsur segmental)
- Intonasi (= unsur-unsur suprasegmental)
- Makna atau arti
- Situasi
Intonasi meliputi bidang suprasegmentalnya atau disebut juga ciri-ciri prosodi. Bila kita sudah berbicara tentang kalimat mau tidak mau harus kita berbicara tentang intonasi.
Sedang situasi adalah suasana di mana tutur itu dapat timbul, atau perangsang, atau stimulus yang menyebabkan terjadinya proses ujaran tadi.
Jalinan dari semua bidang itu, yaitu tatasusun kata-kata, intonasi dan situasi akan menentukan makna dari tutur itu. Situasi sebaliknya akan menyebabkan kita memilih kata-kata yang tertentu, memilih susunan kata yang tertentu, serta mempergunakan intonasi yang tertentu pula.
2.3. Kontur
Sebelum kita mencoba menentukan dan menganalisa bermacam-macam bentuk kalimat, terlebih dahulu hendak kita bicarakan suatu gagasan baru untuk memudahkan uraian dan penentuan kalimat yaitu kontur.Kontur adalah suatu bagian dari arus ujaran yang diapit-apit oleh dua kesenyapan.
Marilah kita perhatikan kalimat-kalimat berikut:
I. diam!pergi!II. Ia mengambil buku ituDia ada di dalam
Kalimat-kalimat di atas terdiri dari satu kontur, karena didahului oleh satu kesenyapan yang disebut kesenyapan awal dan kesenyapan akhir atau final. Kesenyapan awal adalah kesenyapan yang mendahului bagian suatu arus ujaran, sedangkan kesenyapan akhir atau kesenyapan final adalah kesenyapan yang mengakhiri suatu tutur.
Di samping itu dapat terjadi bahwa di tengah-tengah suatu arus ujaran dapat timbul perhentian sementara yang belangsung dalam suatu waktu yang pendek; kesenyapan ini disebut kesenyapan antara atau kesenyapan non-final. Jadi dalam suatu tutur dapat timbul suatu kontur, tetapi dapat pula terjadi bahwa akan timbul lebih dari satu kesenyapan non-final pada arus ujaran tersebut yang mengakibatkan bahwa arus ujaran itu terbagi dalam dua kontur atau lebih.
Misalnya:
- Hari ini / adalah hari Proklamasi.
- Ramailah mereka makan di bawah lumbung / tertawa-tawa / sambil mereka minum tuak.
- Lebih-lebih di waktu malam / pekerjaan membuka kantong / dan membagi-bagi surat tercatat ini / dikerjakan dalam suasana dikejar-kejar / karena surat itu harus dibuatkan surat panggilannya / yang telah ditunggu oleh bagian ekspedisi / untuk kemudian didistribusikan oleh para pengantar pos / petang itu juga.
Jadi jelaslah bahwa kesenyapan-kesenyapan yang mengapit suatu arus ujaran atau yang timbul dalam suatu arus ujaran tidak perlu selalu mesti berupa kesenyapan final dan kesenyapan awal. Sebab itu kontur yang terdapat dalam sebuah kalimat pun bukan saja diapit oleh kesenyapan awal dan final tetapi dapat juga diapit oleh kesenyapan-kesenyapan non-final.
Dengan demikian kita dapat membagi bermacam-macam kontur berdasarkan kesenyapan-kesenyapan yang mengapitnya.
- Kontur yang diapit oleh kesenyapan awal dan kesenyapan final.
- Kontur yang diapit oleh kesenyapan awal dan kesenyapan non-final.
- Kontur yang diapit oleh kesenyapan non-final dan kesenyapan non-final.
- Kontur yang diapit oleh kesenyapan non-final dan kesenyapan final.
***
Tugas Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!- Sebutkan batasan Kalimat yang benar secara lengkap! (bukan batasan Kalimat mennurut Tatabahasa Tradisional!)
- Apakah Kontur itu? Lalu, berilah contoh satu kalimat yang di dalamnya terdapat beberapa kontur, dan berilah garis-garis miring di antara kata-kata dalam kalimat itu yang kamu anggap sebagai kesenyapan antara/non-final! Contoh : Ramailah para santri makan pisang goreng / di lantai bawah asrama / tertawa-tawa / sambil mereka minum kopi Temanggung.
Posting Komentar untuk "#03 Kalimat"