Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

#02 Sintaksis

Pendahuluan

            Sintaksis (artinya = mengatur bersama sama) adalah bagian dari tatabahasa yang mempelajari dasar-dassar dan proses-proses pembentukan kalimat dalam suatu bahasa. Penelitian bidang fonetis, morfologis dan struktur frasa dari suatu bahasa merupakan bagian dari Ilmu Bahasa yang masih bersifat statis. Dalam sintaksis bidang-bidang statis seolah-olah digerakkan dan dihidupkan ke dalam kesatuan gerak yang dinamis, diikat dan dijalin ke dalam berbagai macam konstruksi.

            Setiap bahasa mempunyai sistem-sistem yang khusus untuk mengikat kata-kata atau kelompok-kelompok kata ke dalam suatu suatu gerak yang dinamis. Sebab itu tidak dapat dibenarkan untuk menyusun tatakalimat suatu bahasa dengan menerapkan begitu saja sintaksis bahasa lain, sebagaimana yang dilakukan oleh ahli-ahli Tatabahasa lama. Tatabahasa Latin-Yunani, yang mempunyai struktur khusus diterapkan begitu saja kepada bahasa-bahasa lain. Sintaksis suatu bahasa haruslah merupakan perumusan dari berbagai macam  gejala susun-peluk kata-kata dalam suatu bahasa. Bahwa nanti ada persamaan tatakalimat suatu bahasa dengan bahasa lain, haruslan merupakan hasil perbandingan yang diadakan antara bahasa-bahasa tersebut, tetapi bukan sebagai hasil penerapan sintaksis bahasa lain.

            Tatabahasa-tatabahasa lama tidak banyak bicara tentang sintaksis. Mereka yang menelaah sintaksis secara mendalam, dan menggunakan kalimat sebagai titik-tolak penelitiannya, hanya beberapa gelintir manusia. Kemauan baik memang telah diperlihatkan, serta usaha sudah dilaksanakan sekuat-kuatnya, tetapi hasil masih jauh dari sasaran optimal. Mereka masih sering kembali ke dalam pemikiran falsafah, di mana semua fenomena bahasa selalu ditinjau dari bidang falsafah. Falsafah dijadikan alat untuk memecahkan segala macam persoalan. Sehingga timbul suatu kesan, bahwa bukan masalah bahasa yang dipersoalkan, tetapi kecerdasan berpikir atau berpikir secara logislah yang dipersoalkan. Di sini kita berusaha bertolak dari seberang lain, bertolak dari bahasa sendiri, sebagai sumber penurunan perumusan-perumusan tentang sintaksis.

1. Kata, Frasa, dan Klausa

            Bila sekali lagi kita melihat tataran-tataran (tata tingkat/hirarki) dalam bahasa, maka urutan tataran itu dari yang kecil sampai paling luas beserta bidang ilmunya masing-masing adalah:

            Semua unsur di atas disebut unsur segmental, yaitu unsur-unsur yang dapat dibagi-bagi menjadi bagian atau segmen-segmen yang lebih kecil. Di samping unsur segmental terdapat juga unsur suprasegmental, yang kehadirannya tergantung dari unsur-unsur segmental. Unsur suprasegmental mulai hadir dalam tataran kata sampai wacana: nada, tekanan keras, panjang, dan intonasi.

            Dengan demikian kata merupakan suatu unsur yang dibicarakan dalam morfologi, sebaliknya frasa dan klausa berdasarkan strukturnya termasuk dalam sintaksis.

            Frasa adalah suatu konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan. Kesatuan itu dapat menimbulkan suatu makna baru yang sebelumnya tidak ada.

            Misalnya dalam frasa rumah ayah muncul makna baru yang menyatakan milik, dalam frasa rumah makan terdapat pengertian baru ‘untuk’, sedangkan frasa obat nyamuk terdapat makna baru ‘untuk memberantas’.

            Sebaliknya klausa adalah suatu konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung hubungan fungsional, yang dalam tatabahasa lama dikenal dengan pengertian subyek, predikat, obyek, dan keterangan-keterangan. Sebuah klausa sekurang-kurangnya harus mengandung satu subyek, satu predikat, dan secara fakultatif satu obyek; dalam hal-hal tertentu klausa terdiri dari satu predikat dan boleh dengan keterangan (bentuk impersonal).

            Misalnya:
  1. saya membacakan selembar surat
  2. adik membaca buku
  3. anak itu menangis
  4. ia sudah bangun
  5. diberitahukan kepada umum
  6. demikian diceritakan
  7. sementara adik membaca Al Qur’an, saya membaca buku
  8. ia makan, karena (ia) lapar.
            Konstruksi no. 1 sampai dengan 6 membentuk satu klausa, dan sekaligus sebuah kalimat. Sebaliknya konstruksi no. 7 dan 8 merupakan sebuah kalimat yang terdiri dari dua klausa.
            Sementara itu, kalau kita mendengar orang mengucapkan:

9. “Maling!” “Pergi!” “Keluar!”
10. “Rumah ayah!” sebagai jawaban atas pertanyaan, “Rumah siapa itu?”
11. “Karena lapar!” sebagai jawaban atas pertanyaan, “Mengapa kamu malas bekerja?”

            Semua konstruksi di atas diterima juga sebagai kalimat, walaupun contoh-contoh dalam nomor 9 hanya terdiri dari satu kata, sedangkan nomor 10 dan 11 terdiri dari frasa.

            Bila demikian: sebuah kata, sebuah frasa, atau sebuah klausa dapat menjadi sebuah kalimat! Tetapi di mana letak perbedaannya? Kita menyebutnya sebagai kata, frasa, atau klausa, semata-mata berdasarkan unsur segmentalnya. Sebaliknya unsur kata, frasa, dan klausa dapat dijadikan kalimat kalau diberikan kepadanya unsur suprasegmental – dalam hal ini intonasi.

  Jadi: kata + intonasi > kalimat
               frasa  + intonasi > kalimat
               klausa + intonasi > kalimat

            Lalu kalau begitu, apakah yang dimaksud intonasi itu dalam suatu kalimat?

Intonasi

            Bila kita meemperhatikan dengan cermat tutur bicara seseorang, maka arus ujaran (bentuk bahasa) yang sampai ke telinga kita terdengar seperti berombak-ombak. Hal itu terjadi karena bagian-bagian dari arus ujaran itu tidak sama nyaring diucapkan. Ada bagian yang diucapkan lebih keras dan ada bagian yang diucapkan lebih lembut; ada bagian yang diucapkan lebih tinggi dan ada bagian yang lebih rendah; ada bagian yang diucapkan lambat-lambat dan ada bagian yang diucapkan cepat-cepat. Disamping itu di sana-sini, arus ujaran itu masih dapat diputuskan untuk suatu waktu yang singkat atau secara relatif lebih lama, dengan suara yang meninggi (naik), merata, atau merendah (turun). Keseluruhan dari gejala-gejala ini yang terdapat dalam suatu tutur disebut Intonasi.

            Berarti intonasi itu tidak merupakan suatu gejala tunggal, tetapi merupakan perpaduan darti bermacam-macam gejala yang disebut : tekanan (stress), nada (pitch), durasi (panjang-pendek), perhentian, dan suara yang meninggi, mendatar, atau merendah pada akhir ujaran tadi. Intonasi dengan semua unsur pembentukannya itu disebut unsur suprasegmental bahasa.

Batasan : Intonasi adalah kerjasama antara nada, tekanan, durasi dan perhentian-perhentian yang menyertai suatu tutur, dari awal hingga ke perhentian terakhir.


***

#01 Pendahuluan < Balik

Lanjut > #03 Kalimat
www.sketsarumah.com
www.sketsarumah.com Tentang menulis dan desain konteks kehidupan, diimajinasikan dengan kopi di studio sketsarumah.com.

Posting Komentar untuk "#02 Sintaksis"

Menjadi Penulis Terampil
Hanya dari kebiasaan menulis sederhana
Motivasi Menulis

Gimana nih! memulai menulis

Motivasi Menulis
Kejutan dulu,
lalu Keteraturan

Bahasa Indonesia
Belajar
tentang Kalimat

Motivasi Menulis

Merekam objek ide tulisan

Bahasa Indonesia
Belajar
Menulis Artikel

Bahasa Indonesia
Belajar
tentang Kata

Motivasi Menulis
Agar Menulis
tidak Lumpuh

Bahasa Indonesia
Belajar
Gaya Bahasa

menulis.sketsarumah.com
Seputar #sejarahislam #biografi #salafushshalih #caramenulis #deskripsi , #eksposisi , #artikel , #essay , #feature , #ceritanyata , #cerpen nonfiksi , #novel nonfiksi , #kisah inspiratif , #biografi inspiratif di studio www.sketsarumah.com.

Ikuti yuk!
Telegram: t.me/menulissketsarumah_com
Twitter: twitter.com/menulisketsarmh

Simpan yuk!
WhatsApp: wa.me/+6285100138746 dengan nama: www.sketsarumah.com