Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

#01 Mendesain Mesin Produksi Novel Nonfiksi


 Latar Belakang

            Postingan ini, mungkin terasa agak meletihkan. Jika lihat judulnya saja, rasa-rasanya pegel semua pikiran kita. Bagaimana tidak? Menurut kita lebih lelah mana membuat suatu produk atau suatu mesinnya? Tentu saja membuat mesinnya. Postingan inipun dibuat dengan perenungan yang sangat panjang, buka buku itu, buka buku ini, membolak-balikkan referensi berkali-kali dan tentu kopi giling Temanggung selalu setia menemani.

            Blog ini, memang bukan hanya tentang menulis, melainkan ini sekaligus merupakan jentera atau mesin penghasil produk tulisan. Kita, mungkin tidak segera menyelesaikan tulisan-tulisan episode dalam Biografi Inspiratif kita sampai tamat, akan tetapi bersamaan itu kita mulai merapikan pikiran kita dengan pola yang terstruktur. 

            Ini semua agar perjalanan proses menulis kita, yang awalnya dimulai dari dorongan atau hasrat suka atau benci dari dalam diri kita dan dimulai juga dari data daftar peristiwa yang berceceran, berserakan secara random, dapat mulai kita atur dan kita kategorikan lebih tertata. 

            Apakah tujuannya?

            Tujuannya, agar kita lebih terarah dengan jelas sampai pada apa yang kita tuju berupa minimal satu buku Biografi Inspiratif yang mampu kita produksi. Bersamaan itu pula, tetap kita memasukkan unsur dorongan, hasrat suka dan benci dalam menuliskannya, sehingga energi menulis akan terjaga konsistensinya.

            Banyak penulis sanggup menulis tanpa tahu struktur. Mereka dengan spontanitas dan intuisi mampu serta merta menulis begitu saja. Adakalanya hal itu betul. Menulis dengan otak kanan dahulu. Bukankah setelah itu, kita musti pergunakan otak kiri juga, untuk mengatur, menata, dan menstrukturkan tulisan tersebut agar lebih teratur dan rapi?

            Maka dari itu, kini kita berbicara masalah produktivitas, bukan hanya sekedar mengalir begitu saja mengikuti intuisi dan imajinasi liar tanpa arah.

            Struktur yang akan kita coba desain disini, bertujuan membantu kita untuk menilai proses menulis kita sendiri, mengarahkannya dan tentu saja memicu produksi lebih banyak karya Biografi Inspiratif atau lebih sering secara efektif dan efisien.

            Kita akan mencoba mendesain mesin produksinya.

            Dan, paling mudah memulainya adalah memahami bahwa penulis, tokoh-tokoh dalam cerita dan pembaca sekalipun adalah: manusia.


Penulis, Sang Manusia

            Sebagai langkah awal, kita akan fahami pada diri manusia ada yang namanya hasrat yang pernah kita singgung sedikit di postingan Mengapa kita menulis? , dengan nama dorongan.

            Hasrat adalah sesuatu yang membuat kita bergerak. Hasrat membuat kita berbuat, dan hasrat terkadang pula tidak kita sadari kehadirannya. Dan, ingatlah bahwa kebanyakan gerakan dan lebih dari itu berupa tindakan manusia itu berasal dari dorongan atau hasrat. Dorongan atau hasrat itu seperti sesuatu dari bawah sadar.

            Contoh, para ulama Salaf dahulu ketika menuntut ilmu agama diawali hanya dengan dorongan atau hasrat saja. Mereka menyatakan bahwa mulanya belajar bukan dengan niat ikhlas. Nah, inilah dorongan itu. Mungkin, menuntut ilmu dari kecil karena dorongan perintah orang tuanya, atau contoh kita sendiri mungkin belajar karena ajakan teman, atau semata-mata lingkungan yang menutut demikian. 

            Akan tetapi, dengan berjalannya waktu dan bertambahnya ilmu, akhirnya para ulama Salaf atau kita sendiri menyadari bahwa menuntut ilmu mustilah ikhlas. Nah, inilah menata ulang niat, pengaturan dan pelurusan niat. Dan itulah membuat belajar lebih terstruktur dan jelas arahnya.

            Begitu pula dalam menulis, dorongan atau hasrat tadi yang merupakan semacam sesuatu dari bawah sadar, jika dibiarkan saja, maka akan liar tanpa arah. Dorongan-dorongan yang mulai bertambah banyak tersebut gak pake lama harus segera disadari dan diatur secara terstruktur. Menyadari dan merenungkan dorongan akan membantu kita merumuskan ide dan tujuan yang lebih jelas.

            Dan, sejalan dengan ini pula pernyataan ada otak kanan dan otak kiri, yang paralel dengan kejutan dan keteraturan. Dua-duanya merupakan dorongan atau hasrat manusia. Kejutan merujuk kepada kekacauan dan ketakterdugaan, sedang keteraturan merujuk kepada kepastian. Manusia berhasrat pada kejutan, tetapi juga merindukan keteraturan. Manusia ingin pola-pola yang baru, akan tetapi juga menginginkan pola-pola yang ia fahami. Intinya manusia membutuhkan keduanya.


Sekarang, mulai kita atur

            Apa yang telah kita lakukan dalam perjalanan menulis Biografi Inspiratif? Apa saja yang telah kita lakukan? Baik, kita lihat kembali ke belakang, untuk mengetahui kita telah sampai mana.

1. Membuat tabel peristiwa-peristiwa yang menarik dalam kehidupan kita dari sejak lahir sampai saat ini. Untuk mengingat kembali bisa KLIK /TAP > Ide tulisan Kisah Inspiratif, bagaimana melahirkannya.

2. Menyeleksi dan menandai peristiwa-peristiwa tersebut, manakah yang mengandung konflik. Sama, bisa lihat lagi KLIK /TAP > Ide tulisan Kisah Inspiratif, bagaimana melahirkannya.

3. Memilih peristiwa-peristiwa yang mengandung konflik tersebut manakah yang paling menarik lebih dahulu untuk dikisahkan. Dan inilah penggunaan hasrat atau dorongan atau kejutan yang ada pada penulis itu dalam hal ini kita sendiri. Ini kita lakukan agar energi semangat dalam menulis tetap konsisten. Sama, bisa lihat lagi KLIK /TAP > Ide tulisan Kisah Inspiratif, bagaimana melahirkannya.

4. Pilih salah satunya dari poin 3 di atas dan mulai membuat kerangka cerita dengan pola narasi atau struktur a-lif-ba! Ini juga masih postingan yang sama KLIK /TAP > Ide tulisan Kisah Inspiratif, bagaimana melahirkannya.

5. Menulis paragraf demi paragraf dari peristiwa yang kita telah pilih dan buat kerangkanya, dengan teknik menulis deskripsi, struktur perbuatan, dialog, dan teknik-teknik paragraf narasi. Nah, kalau ini bisa cekidot ke kisah nyata KLIK /TAP > "Gentar"

6. Mengulangi kembali dari poin 4 dan 5 untuk peristiwa lainnya. Contoh lain dalam episode "Hanyut"

7. Menyimpulkan watak tokoh Ngadiman dari beberapa episode terpilih yang telah ditulis. Bisa dilihat di KLIK /TAP > Bidang-bidang Deskripsi Orang (3)

            Setelah kita lihat kembali ke belakang dapat kita simpulkan beberapa hal:

1. Perbedaan yang menyolok antara Nonfiksi dan Fiksi

            Proses awal membuat Cerita atau Kisah (Biografi) Inspiratif adalah kebalikan dari proses awal membuat Cerita (Novel) Fiktif (Fiksi). 

            Apa yang membedakannya? 

  • Nonfiksi, dimulai dengan mengumpulkan detail-detail dan momen-momen yang berserakan dari peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian nyata dalam kehidupan tokoh. Kemudian dari semua itu dianalisis dan menyimpulkan terkait motivasi (hasrat), watak dan semua terkait dengan tokoh. Inilah yang kita namakan metode Induktif
  • Sedangkan Fiksi, kebalikannya yaitu menetapkan atau menciptakan tokoh imajiner, lalu tentu saja kemudian menciptakan motivasi (hasrat), watak dan lain-lain terkait tokoh. Kemudian itu akan berkonsekwensi menciptakan juga detail-detail, momen-momen peristiwa atau kejadian yang mendukung semua terkait tokoh. Metode ini biasa dinamakan metode Deduktif.

2. Terpusat pada Tokoh

            Kita telah mengetahui, bahwa cerita nyata yang sempurna mustilah ada Tokoh, Kejadian dan Konflik

            Lalu, sekarang apa? 

            Sekarang kita akan coba menata, mengatur agar lebih terstruktur dikarenakan telah kita temukan beberapa petunjuk, yaitu terfokus pada tokoh itu sendiri.


Tokoh, Sang Manusia

            Apa yang sangat berkesan atau berbekas dalam kalbu kita dalam suatu cerita? Tokoh!

            Tokoh sangatlah penting, ia menjadi titik pusat perhatian terus-menerus bagi para pembaca untuk menyusuri kisah. Tokoh itulah yang diharapkan mencuri perhatian para pembaca. Dan, dalam kehidupan nyata kita tahu, masyarakat sangat membutuhkan figur tokoh yang menjadi panutan. Masyarakat menginginkan suatu karakter untuk diikuti.

            Berikut beberapa pedoman tentang karakter tokoh dalam cerita nyata:

Konsistensi
            Karakter tokoh mustilah mampu dikenali, dan untuk bisa dikenali harus konsisten.

            Apa maksud dari konsisten?

            Maksudnya, karakter tokoh yang kita riset sebagai bahan cerita itu pastilah konsisten atau tetap tidak berubah. Jika terjadi perubahan karakter pada tokoh, seharusnya kita sebagai penulis dapat menemukan ada peristiwa yang merupakan titik klimaks yang membuat karakter tokoh berubah. Jadi, prinsipnya: 

Jika karakter tokoh berubah, pasti ada peristiwa penting yang menyebabkannya. 

Contoh, seorang tokoh yang pintar, tidaklah mungkin dia berbuat bodoh, kecuali ada titik kejadian kisah yang menuntut dia menjadi bodoh, dan penulis harus menemukannya.

Konflik
            Ketegangan atau konflik yang menjadi syarat dalam suatu kisah nyata, biasanya timbul berkisar pada manusia-manusia. Dan, itu dikarenakan pertentangan antara karakter-karakter tokoh, entah dengan tokoh lainnya, dengan alam atau pertentangan dalam batinnya. Sehingga konflik pasti ada hubungannya dengan karakter tokoh utamanya, yang akan menambah pada perkembangan ketegangan dalam cerita. Cerita semakin tegang, yang pada akhirnya menuju klimaks. Dan ingat, ketegangan itu adalah sesuatu yang nikmat jika diakhiri dengan resolusi.

Riset
            Riset tentang karakter atau watak tokoh, secara tanpa sadar telah kita lakukan. Yaitu ketika telah mulai menulis kisah beberapa episode dari daftar tabel peristiwa-peristiwa. Dalam hal kisah tokoh Ngadiman telah dapat kita simpulkan watak ketika usia kecil dan remaja, yaitu pada postingan Bidang-bidang Deskripsi Orang (3) pada sub bahasan Bidang Watak. Kita posting ulang disini watak-watak Ngadiman:
  • Pendiam tetapi pikirannya sering sibuk sendiri, 
  • perhatian terhadap lingkungannya dan 
  • selalu bertanya mengapa, 
  • anti terhadap kemapanan atau tak mau selalu taat tetapi 
  • penakut, 
  • disiplin tidak suka pelanggaran tetapi 
  • mudah pula terbawa arus, 
  • mudah kasihan, 
  • masa bodoh dengan orang yang telah menzaliminya.
Karakter mempunyai gaya atau rasa bahasanya sendiri
            Setiap manusia berbicara dengan idiolek, ciri khas gaya atau rasa bahasa pribadinya. Manusia berbicara dengan tekstur dan nada suara yang berbeda-beda. Ada yang sok tahu, peragu, nyinyir, penurut, penggugat, dan sebagainya. Itu semua mencocoki dengan karakternya. Hal ini membantu kita mengingat-ingat dialog yang terjadi pada tokoh utama ataupun tokoh lainnya setelah kita tahu atau simpulkan watak tokoh. Sehingga, ketika banyak tokoh dalam kisah tentu dengan karakter berbeda-beda membawa konsekwensi cara bicara yang berbeda-beda pula pada setiap tokoh. Hal ini akan lebih jelas pada postingan Rasa Bahasa < KLIK /TAP.

Karakter memiliki luas pengetahuan masing-masing
            Ketika kita sebagai penulis mengisahkan tokoh utamanya adalah kita sendiri, kita akan bebas berekspresi tentang apa-apa yang kita tahu, tentang apa-apa yang kita rasa. Dan itu mudah kita lakukan, karena sang tokh adalah kita sendiri.
            Namun, ketika kita sebagai penulis mulai mencoba mengisahkan tentang orang lain, maka disinilah kita harus membedakan diri kita sebagai penulis, dan diri kita sebagai tokoh. Sang tokoh luas pengetahuannya tak sama dengan kita. Dari sini kita akan belajar menjadi orang lain yakni sang tokoh. Kita akan belajar apa itu empati, yakni ikut merasakan apa yang dirasa orang lain dalam hal ini tokoh tersebut. Untuk itu penulis butuh riset yang sangat detail dan mendalam tentang tokoh, terutama tokoh utama sebelum mulai menulis.

Tokoh utama mempunyai hasrat
            Sebagai manusia, penulis punya hasrat, pembaca memiliki hasrat, apalagi tokoh utama dalam cerita.
            Apakah itu hasrat? Sebetulnya telah dijelaskan di atas, bahwa penulis sebagai manusia juga punya hasrat. Baiklah untuk kebutuhan disini, daripada kita melihat ke atas lagi, kita posting kembali disini.

Hasrat adalah sesuatu yang membuat kita bergerak. Hasrat membuat kita berbuat, dan hasrat terkadang pula tidak kita sadari kehadirannya. Dan, ingatlah bahwa kebanyakan gerakan dan lebih dari itu berupa tindakan manusia itu berasal dari dorongan atau hasrat. Dorongan atau hasrat itu seperti sesuatu dari bawah sadar 

            Tokoh utama cerita tak selalu menyadari hasrat-hasratnya sendiri. Jika tokoh cerita itu untuk sementara waktu kini adalah kita sendiri, maka sadarilah peristiwa-peristiwa lampau yang terjadi itu dikarenakan hasrat-hasrat kita, yang pada waktu itu mungkin saja kita tak menyadari apa hasrat-hasrat kita. Nah, sekarang saatnyalah menganalisa apa hasrat-hasrat kita pada waktu itu.

            Hasrat-hasrat manusiapun bermacam-macam, saat lahir kita punya 
  • hasrat hidup, jelas ini tanpa kita sadari,
            Lantas, tokoh bertambah besar. Sebagai anak, 
  • hasrat-hasrat mulai terarah kepada orang-orang, benda-benda dan keadaan konkret yang memberi tokoh kenyamanan dan kesenangan.
            Semakin dewasa, tokoh mempunyai hasrat-hasrat status yang dipengaruhi lingkungannya, seperti: 
  • hasrat status sosial
  • hasrat status profesi atau pekerjaan
  • hasrat status seorang suami atau ayah, jika ia wanita ingin menjadi ibu atau istri
  • dan bahkan hasrat tujuan hidup yang hakiki.
            Kini, cernalah tokoh utama dalam cerita nyata ini, kemana hasrat-hasratnya tertuju? 
            Penulis mau tidak mau, harus mengenali tokoh lebih daripada sang tokoh mengenali dirinya sendiri. Jika tokoh utamanya penulis sendiri sekali lagi, itu lebih mudah karena ada 2 hal dalam mengenal hasrat dirinya:
  • Mengenali hasrat-hasrat yang ia tak sadari pada fase-fase kehidupan yang lampau dengan cara menganalisa peristiwa-peristiwa yang dialaminya.
  • Mengenali hasrat-hasrat yang ia telah sadari ketika itu.
            Adapun jika tokoh utamanya orang lain, maka ini lebih sulit, karena penulis musti:
  • Mengenali hasrat-hasrat yang tokoh tak sadari pada fase-fase kehidupan yang lampau dengan cara yang sama, yakni menganalisa kejadian-kejadian yang dialami tokoh utama.
  • Mengenali hasrat-hasrat yang disadari oleh tokoh, dalam hal ini penulis pada akhirnya pun harus menyelami hasrat-hasrat tokoh yang memang bukan hasrat sang penulis. Penulis harus menguatkan rasa empatinya terhadap tokoh utama. Ya, karena penulis awalnya tidak menyadari hasrat-hasrat tokoh ini pula.
            Untuk kasus kali ini, kita akan coba mulai kehidupan tokoh Ngadiman dari kecil ketika ingatannya sudah mulai terbentuk yakni umur 5 tahun sampai kini. Sehingga kita bisa ambil beberapa hasrat sebagai tema Biografi Inspiratif Ngadiman, yaitu:

            Ketika fase kehidupan masa kecil sampai remaja, merupakan:
  • hasrat-hasrat mulai terarah kepada orang-orang, benda-benda dan keadaan konkret yang memberi tokoh kenyamanan dan kesenangan. Dimana hasrat-hasrat ini belum ia sadari waktu itu.
            Dan, ketika fase kehidupan masa dewasa sampai sekarang, merupakan:
  •  hasrat tujuan hidup yang hakiki. Adapun hasrat ini ia sadari.

            Untuk itu kita lanjut ke postingan KLIK /TAP > #02 Rancangan Buku Biografi Inspiratif
www.sketsarumah.com
www.sketsarumah.com Sederhana itu Lebih - Less is More. Desain bukanlah menambah-nambah biar berfungsi, tetapi desain adalah menyederhanakan agar berdaya guna.

Posting Komentar untuk "#01 Mendesain Mesin Produksi Novel Nonfiksi"

Menjadi Penulis Terampil
Hanya dari kebiasaan menulis sederhana
Motivasi Menulis

Gimana nih! memulai menulis

Motivasi Menulis
Kejutan dulu,
lalu Keteraturan

Bahasa Indonesia
Belajar
tentang Kalimat

Motivasi Menulis

Merekam objek ide tulisan

Bahasa Indonesia
Belajar
Menulis Artikel

Bahasa Indonesia
Belajar
tentang Kata

Motivasi Menulis
Agar Menulis
tidak Lumpuh

Bahasa Indonesia
Belajar
Gaya Bahasa

menulis.sketsarumah.com
Seputar #sejarahislam #biografi #salafushshalih #caramenulis #deskripsi , #eksposisi , #artikel , #essay , #feature , #ceritanyata , #cerpen nonfiksi , #novel nonfiksi , #kisah inspiratif , #biografi inspiratif di studio www.sketsarumah.com.

Ikuti yuk!
Telegram: t.me/menulissketsarumah_com
Twitter: twitter.com/menulisketsarmh

Simpan yuk!
WhatsApp: wa.me/+6285100138746 dengan nama: www.sketsarumah.com